Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

Akhir Sempurna Perjalanan Valentino Rossi

MotoGP Valencia, di Sirkuit Ricardo Tormo, Minggu (14/11/2021), menjadi momen tak terlupakan bagi Valentino Rossi. Di sana, The Doctor telah menutup satu babak penting dalam hidupnya.

Valentino Rossi, Petronas Yamaha SRT

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Yang menyenangkan, perpisahan dirayakan tak hanya orang-orang terdekatnya, kolega, penggemar MotoGP tapi juga banyak pesohor, baik di dunia olahraga maupun bintang-bintang Hollywood. Para pembalap jebolan Akademi VR46 mengenakan helm berdesain khusus.

Wajar saja karena popularitasnya menjulang berkat sepak terjang panjang dan kisah sukses yang mengiringi.

Rossi hanya ingin menutup kariernya dengan sempurna. Keinginannya terwujud dengan dinobatkan sebagai legenda MotoGP. Dorna memberikan penghargaan itu kepada beberapa rider yang sudah pensiun tapi sepertinya, kata legenda paling cocok untuk pria Tavullia tersebut.

Karier selama 26 tahun dalam Grand Prix sulit ditandingi para pembalap era sekarang. Ia membukukan 432 start, 115 kemenangan, 235 podium dan 65 pole position. Ia menaklukkan motor 125cc, 250cc, 500cc, 990cc, 800cc dan 1.000cc.

Meski namanya identik dengan Yamaha, tapi sebenarnya ia pernah berkendara untuk pabrikan bonafid lainnya, seperti Honda, Ducati dan Aprilia.

Mungkin dalam benak pembalap 42 tersebut masih ada rasa penasaran dengan gelar juara dunia ke-10 dan podium MotoGP ke-200, tapi apa boleh buat fisik sudah tidak mendukung. Perubahan yang makin cepat pun sulit dikejar.

Rossi tak memungkiri emosi campur aduk jelang balapan perpisahan. Rasa sedih, cemas dan antusias bergabung jadi satu.

“Ini adalah akhir pekan yang sangat spesial. Saya tidak menyangka seperti ini. Saya sedikit khawatir dengan akhir pekan terakhir dalam karier saya karena Anda selalu memikirkan momen ini untuk waktu yang panjang,” ujarnya.

“Anda tidak tahu bagaimana rasanya, apakah Anda dapat tetap berkonsentrasi pada balapan dan apakah Anda sedih. Tapi, itu adalah akhir pekan yang hebat, sejak Kamis.”

Sebenarnya, banyak yang ingin melihat pembalap Petronas SRT itu mencapai podium ke-200 di level premium. Namun, ketika melihat bagaimana rapornya sejak latihan bebas, sepertinya keinginan itu hanya angan-angan semata.

Kendati demikian, ia menerima uluran tangan dari dua anak didiknya. Rossi jadi yang paing lambat pada sesi Jumat.

Saat FP3, Francesco Bagnaia membantunya sehingga punya catatan waktu cukup untuk lolos ke Q2. Uluran tangan Pecco berlanjut sehingga Rossi bisa berada di grid 10.

Baca Juga:

Saat balapan, putra Graziano Rossi dan Stefania Palma itu kesulitan mempertahankan posisinya. Namun, Franco Morbidelli datang sebagai benteng agar mentornya bisa maju tanpa khawatir dikudeta pembalap lain.

Dalam tujuh lap terakhir, pace Rossi setara dengan para pembalap di depannya hingga Jack Miller yang berada di posisi ketiga. Waktu terbaiknya 1 menit 31 detik.

Itu adalah realitas di musim terakhir Rossi. Dia bahkan berkendara lebih kencang dari era kejayaannya di beberapa sirkuit. Namun, defisit sedikit apa pun bisa sangat lebar saat ini.

Pada kualifikasi, Rossi punya gap 0,810 detik dari pole position. Kembali ke musim 2016, ketika spek elektronik baru dan era ban Michelin diperkenalkan, dengan selisih tersebut, ia bisa berada di P4.

“Sejujurnya, mereka memberi dukungan fantastis karena sejujurnya, musim ini sangat panjang dan berat. Ini adalah musim krusial bagi saya untuk memutuskan apakah lanjut, tapi hasilnya tidak kunjung datang,” ucapnya.

“Jadi sangat mudah ketika Anda bilang, ‘OK, saya berhenti’ dan menyerah. Tapi, setelah Portugal, kami bicara bersama.

“Saya katakan, ‘di Valencia, kita harus memberikan yang terbaik karena pada balapan terakhir. Saya ingin tampil maksimum karena itu adalah trek terburuk untuk saya. Saya tak mau finis terakhir’.

“Itu lebih baik daripada yang kami harapkan dan sejujurnya, saya kira ini adalah balapan terbaik musim ini. Sangat penting menorehkan hasil baik hari ini.”

Dalam situasi seperti itu, posisi kesepuluh adalah cara paling sempurna untuk undur diri.

Valentino Rossi, Petronas Yamaha SRT

Valentino Rossi, Petronas Yamaha SRT

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Pewaris Rossi

Banyak yang menilai kalau MotoGP akan kehilangan arah setelah Rossi pergi. Hal itu mungkin akan terjadi sebentar.

Pasalnya, sudah ada beberapa rider yang dianggap pantas meneruskan kiprah apik sang legenda. Marc Marquez, yang absen dari perpisahan Rossi karena gangguan penglihatan, bertahun-tahun lalu disebut bisa menjadi ikon baru MotoGP.

Ia mengoleksi delapan titel juara dunia dari 220 balapan grand prix. The Baby Alien membukukan 85 kemenangan, 138 podium dan 90 pole position.

Sayangnya, patah lengan usai insiden di Sirkuit Jerez tahun lalu membuatnya seolah mengalami kemunduran. Fisik yang belum pulih 100 persen menghambatnya mengeluarkan performa memukau secara konstan musim ini.

Saat sedang menggeliat dengan raihan dua kemenangan beruntun dari MotoGP Emilia Romagna dan MotoGP America, Marquez jatuh lagi saat latihan. Ia pun mengalami gegar otak ringan yang berkembang jadi diplopia (penglihatan ganda). Butuh setidaknya empat bulan untuk melihatnya kembali lagi ke arena.

Ketika dominasi rider Repsol Honda berakhir, muncul dua talenta yang pantas dinominasikan sebagai penerus tongkat estafet Rossi.

Fabio Quartararo berhasil merebut gelar juara dunia MotoGP 2021 dengan rapor istimewa. Pembalap Yamaha Factory Racing itu start 18 kali, menang dalam lima kesempatan dan naik podium 10 kali. Ia hanya pole lima kali.

Francesco Bagnaia baru unjuk gigi pada paruh kedua musim ini. Dari pejuang tiga besar, statusnya meningkat jadi penantang juara dunia.

Dalam periode tersebut, rider Ducati itu jadi yang paling banyak mengoleksi poin dibanding para koleganya. Pecco mendulang 143 poin, sedangkan Quartararo hanya mampu merebut 122 poin.

Kesalahan pemilihan ban di Misano 2, yang membuatnya terhempas, membuat Bagnaia terpaksa merelakan trofi juara dunia kepada Quartararo.

Musim depan, dengan paket motor Ducati yang makin mumpuni, bukan tak mungkin pembalap Italia itu merebut titel juara.

Dengan menonjolnya tiga pembalap tersebut, Rossi kini bisa pensiun dengan tenang.

Francesco Bagnaia, Ducati Team

Francesco Bagnaia, Ducati Team

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya 10 Pembalap Terhebat Kelas Premier
Artikel berikutnya Temukan Problem RS-GP, Vinales Berkomitmen Bantu Tim di Musim Dingin

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia