F1 Disarankan Ubah Regulasi Mesin Usai Honda Pergi
Setelah Honda memutuskan pergi pada akhir musim 2021 nanti, Renault mengkritik regulasi mesin F1 yang dinilai membuat para pabrikan di dunia takut untuk turun.
Foto oleh: Charles Coates / Motorsport Images
Keputusan Honda meninggalkan Formula 1 (F1) setelah musim 2021 berakhir mulai membuat khawatir sejumlah pihak. Terakhir, bos Tim Renault F1, Cyril Abiteboul, yang meminta otoritas ajang balap jet darat itu untuk segera cepat mengubah regulasi mesin jika tidak ingin ada pabrikan lain yang pergi.
Sesuai kesepakatan, regulasi mesin F1 yang saat ini dipakai akan berlaku sampai akhir musim 2025.
Seperti diketahui, saat ini hanya empat pabrikan yang memasok power unit (mesin) di F1, yakni Mercedes-Benz, Ferrari, Renault, dan Honda.
Managing Director F1, Ross Brawn, menyebut sejumlah pabrikan lain yang ingin turun masih menunggu bakal seperti apa perubahan regulasi mesin setelah 2025 nanti. Pandemi Covid-19 diyakini juga memengaruhi keengganan pabrikan untuk turun di F1 karena biaya yang diperlukan untuk riset dan pengembangan dipastikan sangat besar.
Beberapa waktu lalu, Honda mengumumkan bakal menyetop program F1 mereka pada akhir musim 2021. Ujungnya, dua tim pengguna Honda RA620H, Red Bull Racing dan AlphaTauri, harus mencari pemasok power unit baru untuk musim 2022 dan seterusnya.
Kepada Motorsport.com, Abiteboul menyebut langkah Honda mundur membuat para pelaku F1 tidak puas. Selain itu, menurutnya hal tersebut (mundurnya Honda) bukan hal yang bagus bagi F1.
“F1 butuh pabrikan, komponen orisinil, dan pemasok mesin yang banyak. Dengan hanya tiga pemasok mesin, ini jelas bukan hal positif dari sisi pengembangan teknologi,” tutur Abiteboul.
Masalah power unit di F1 saat ini memang sangat tidak stabil. Dari sisi ekonomi dan perspektif teknologi, membuat dan mengembangkan mesin F1 sudah sangat berat.
“Saya berharap otoritas F1 dan pabrikan yang ada mampu melakukan perubahan terhadap power unit saat ini sehingga semua pihak, terutama pemasok mesin, bisa nyaman,” kata Abiteboul.
“Saya perkirakan, pemikiran model ini bisa memicu otoritas F1 untuk memikirkan bagaimana mengembangkan power unit generasi baru nanti.”
Abiteboul pun menyimpulkan, regulasi mesin F1 saat ini tidak menarik bagi pabrikan baru untuk turun karena besarnya sumber daya (utamanya uang) yang diperlukan untuk membuat power unit yang kompetitif.
Kendati sudah memakai mesin hybrid – hanya 1,6 liter V6 dengan dilengkapi turbo serta pembangkit tenaga dari energi kinetik, Motor Generator Unit–Kinetic (MGU-K), dan panas Motor Generator Unit–Heat (MGU-H) – power unit F1 saat ini dinilai masih kurang ramah lingkungan.
Ini pula yang menjadi salah satu alasan Honda mundur dari F1. Program pabrikan Jepang itu untuk membuat mesin dengan gas buang tanpa karbon sama sekali, tidak bisa diriset di F1.
“Saat ini, tidak ada mesin mobil dengan teknologi secanggih di F1. Bahkan, dari sisi efisiensi, power unit F1 belum tidak mampu ditandingi mobil produksi massal dengan bobot ringan sekalipun,” ucapnya.
Yang menjadi masalah, menurut Abiteboul, bagaimana mengubah persepsi dunia yang masih melihat F1 sebagai olahraga sangat mahal. Bagaimana mengaplikasi teknologi F1 untuk mobil produksi massal juga masih sulit dilakukan.
Abiteboul menyatakan, lewat F1, para pabrikan bisa melakukan lebih untuk mempromosikan teknologi mereka. “Sayang, kami semua, termasuk Honda, belum mampu memaksimalkan aset yang sudah diinvestasikan seperti platform dan teknologi yang ada di F1 untuk mobil mainstream,” ucap Abiteboul.
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.
Top Comments