Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

Konflik Max Verstappen dan Carlos Sainz Timbul Gegara Ayah

Max Verstappen dan Carlos Sainz Jr. pernah jadi rekan setim di Toro Rosso. Dalam perjalanannya, mereka dikabarkan kurang akur.

Max Verstappen, Red Bull Racing, Carlos Sainz Jr., Ferrari, and Charles Leclerc, Ferrari, on the grid

Foto oleh: Mark Sutton / Motorsport Images

Kedua pembalap tersebut memiliki sedikit latar belakang yang hampir sama. Mereka memulai kiprah di Formula 1 bersama Toro Rosso, bahkan sempat jadi partner musim 2015 dan empat balapan 2016.

Walau tergolong singkat, relasi mereka mengalami naik turun. Sebagai dua pembalap muda, Verstappen dan Sainz ingin segera promosi ke Red Bull Racing.

Situasi itu menimbulkan ketegangan di dalam dan luar trek. Mantan manajer Toro Rosso, Graham Watson, mengakui ada benih-benih permusuhan yang dipupuk oleh ambisi ayah mereka.

Verstappen dan Sainz merupakan anak pembalap sehingga tak heran kalau dituntut tampil lebih baik oleh orang tuanya.

“Kedua pembalap muda itu sangat bersemangat dan ayah mereka jauh lebih bersemangat. Lucunya, saya kenal Carlos Sainz senior saat menggeluti reli, jadi saya kenal ayah mereka,” ujarnya kepada Motorsport.com Belanda.

“Carlos sangat suka mengendalikan sesuatu dan menatap curiga ketika pembalap lain mendapat sesuatu, sedangkan putranya tidak. Saya ingat bentrok dengannya di Barcelona, saat tes musim dingin pada 2016.

“Dia mempelajari cara kerja kru kami dengan mobil dan itu tidak adil sama sekali. Kemudian saya berkata, ‘Tunggu sebentar’ dan saya menegaskan kepadanya bahwa kedua pembalap mendapat perlakuan sama’.

Reaksi serupa diperlihatkan eks pilot F1, Jos Verstappen, yang memang terkenal suka campur tangan terhadap karier putranya.

“Jos juga merasa dirugikan dalam kariernya dan berpikir dengan Benetton, dia diperlakukan tak adil. Saya tidak mengatakan rahasia apa pun seputar itu, karena publik sudah tahu,” katanya.

Baca Juga:

“Max tidak mau ini terjadi dan yang dia inginkan hanya mengalahkan rekan setim. Dia punya mentalitas, bahwa tak mau tim dibangun di sekitar rekan setim. Tim harus berpusat pada saya.

“Karena saya sudah lama bekerja di pit box, saya mungkin lebih menyadari itu daripada lainnya, tapi saya bisa melihat ada tangan Jos di sana. Jos punya kontrol penuh pada karier Max.”

Menariknya, setelah Verstappen dan Sainz berada di tim berbeda, mereka malah berteman baik.

Motivasi dan kematangan Verstappen junior membuat Watson kagum. Ketika banyak pembalap muda yang berkiprah di F1, kariernya habis lebih cepat, tidak demikian dengan pemuda 24 tahun tersebut.

Verstappen tahu dia harus bertahan sangat lama di ajang balap jet darat tersebut. Oleh karena itu, ia harus memikirkan diri sendiri dan tak peduli pada penghuni grid lain termasuk para juara dunia.

“Saya kadang heran kenapa para pembalap muda ingin tampil di F1 sangat cepat. Jika terlalu belia, tidak berfungsi dan karier Anda tamat di usia 20 tahun lebih. Namun, Max berbeda,” ucapnya.

“Saya ingat kala tes musim dingin di Jerez 2015. Max yang baru 17 tahun, dikelilingi wartawan dan fotografer, sehingga saya sulit bicara dengannya.

“Saya katakan kepadanya, ‘Ini yang terjadi seumur hidup Anda, dikelilingi jurnalis’. Dia menjawab, ‘Hanya kalau saya cukup bagus dan bertahan’.

“Seorang pembalap muda, menonjol di antara para bintang dan juara dunia, tapi tidak besar kepala. Dia sudah tahu harus memberikan sama dengan lainnya untuk membangun karier,” Watson mengungkapkan.

Ia mendukung ketenangan dan sikap egois Hamilton di trek. Karena jika ingin berduel di F1, pembalap tak boleh terlalu permisif.

“Di GP Singapura, dia bilang ‘Tidak’ dan tak membiarkan rekan setimnya lewat. Dia tidak malu terhadap apa pun dan siapa pun,” katanya.

“Dia tidak peduli siapa di mobil lain karena cuma mau jadi juara dunia. Anda harus menjadi seorang egois, kalau tidak akan dimakan lawan. Saya sering melihat pembalap bertalenta akhir gagal karena terlalu baik.

“Anda boleh baik, tapi saat ada dalam helm, Anda harus berubah jadi kasar. Lihat Fernando Alonso, dia kasar saat diperlukan.”

Carlos Sainz Jr., Ferrari SF21, Max Verstappen, Red Bull Racing RB16B

Carlos Sainz Jr., Ferrari SF21, Max Verstappen, Red Bull Racing RB16B

Foto oleh: Charles Coates / Motorsport Images

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Ekspektasi Tinggi Mick Schumacher pada Proyek 2022 Tim Haas
Artikel berikutnya Toto Wolff Tegaskan Lewis Hamilton Makin Kuat

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia