Mengenal Drifting dan Kemunculannya di Indonesia
Drift sering dianggap sama dengan slalom. Padahal keduanya berbeda. Lantas, bagaimana olahraga motorsport yang belum lama diakui oleh FIA ini berkembang di Indonesia?
Drift muncul pertama kali di Jepang sekitar tahun 1970-an. Sebenarnya, ini adalah teknik mengemudikan mobil yang ditemukan secara tak sengaja oleh seorang pembalap mobil sirkuit Kunimitsu Takahashi.
Suatu hari, ketika sedang balapan, mobil yang dikemudikannya sliding (meluncur) di aspal. Tetapi karena di kondisi itu Takahashi terus menginjak pedal gas dan saat masuk tikungan, ia ambil titik apex. Ternyata dengan teknik yang tidak disengaja ini, waktu lapnya malah jadi lebih cepat.
Penemuan tersebut terus dipelajari dan diasahnya. Setiap kali turun balapan, Takahashi selalu meluncur dengan mobilnya di tikungan. Itu membuat sang driver sering menyabet kemenangan. Sampai akhirnya ia terkenal berkat teknik yang kemudian dikenal luas dengan istilah drifting.
Pada dasarnya, drift atau drifting adalah teknik di mana pengemudi sengaja oversteer, kehilangan traksi, sambil mempertahankan kontrol dan membawa mobil melewati tikungan. Ini mengakibatkan sudut slip belakang melebihi depan sedemikian rupa, sehingga seringkali arahnya berlawanan dengan belokan.
Penemuan revolusioner Kunimitsu Takahashi tersebut berhasil menarik perhatian para pembalap muda di Jepang kala itu, termasuk Keiichi Tsuchiya. Ia mengasah kemampuan drift-nya di jalanan pegunungan.
Ini membuat drifting semakin terkenal di kalangan para pembalap serta anak-anak muda Negeri Sakura. Bahkan kemudian sampai dibuat dalam manga (komik), anime dan film yang sangat populer, Initial D.
Setelah kian populer, mulai bermunculan kompetisi-kompetisi drift di seantero Jepang. Dan, selayaknya virus, itu dengan cepat menyebar ke berbagai penjuru dunia, dari Asia, Eropa hingga tembus Amerika.
Namun, perkembangan masif tidak serta merta membuat drift bisa diterima begitu saja ke dalam dunia motorsport. Federasi Otomotif Internasional (FIA) baru mengakuinya sebagai disiplin resmi pada 2017.
Red Bull Drift Brothers mendemonstrasikan drifting
Foto oleh: Mark Sutton / Motorsport Images
“Kenapa awalnya sulit diterima, karena penilaiannya. Syarat penilaiannya ada: speed, angle, (racing) line, dan style. Nah, yang terakhir ini tidak (dianggap) obyektif, sebab yang menilai orang. Parameternya jadi tak obyektif,” ujar Amroe Wahyudi dari Orange Racing Management.
“Kalau balapan sirkuit kan jelas, siapa yang paling cepat finis setelah beberapa lap menang. Slalom, siapa yang tercepat. Adventure juga, siapa bisa melewati obstacle sekian banyak. Jadi, dari empat kategori penilaian, style tidak dianggap oleh FIA sebagai parameter yang absolut.”
Seiring waktu berjalan, cara penilaian kompetisi drift sudah bisa dikemas sedemikian rupa sehingga style tadi memiliki patokan atau indikator sepertinya dalam menentukan speed, angle dan racing line peserta.
“Jadi begini, layout untuk drifting itu ada lokasi atau zona yang harusnya pengemudi full throttle, tetapi karena tidak melakukannya di sana otomatis nilai berkurang. Lalu ada area dia tidak boleh open throttle, dia malah buka gas. Suara mesin juga bisa dilihat, jadi valid, absolut penilaiannya,” Amroe menjelaskan.
Di Indonesia, drift juga berkembang. Event-eventnya pun telah muncul sejak 2000-an. Namun, baru ada kompetisi yang layak pada 2010, Jakarta Intenational Drifting. Amroe Wahyudi salah satu penggagasnya.
Drifter Indonesia, Emmanuel Amandio, saat ambil bagian di Meikarta Drift Session 2021
Foto oleh: Muhammad Pratama Supriyadillah
“Otomotif Grup bikin event drifting tahun tahun 2005, sebelum Rifat Sungkar, Fitra Eri dan teman-teman buat Goodyear Night Drift. Cuma itu tadi, belum proper,” tutur Amroe.
“Ya sudah, kita bikin (yang sesuai) di parkir barat JiExpo (Kemayoran). Dari situ event drifting Indonesia yang proper pertama kali, Jakarta International Drifting, 2010,” tambah pria yang kerap jadi juri drifting dan saat ini mengelola Edutown Arena, tempat berlatih atau menggelar event drift serta slalom di BSD.
Amroe Wahyudi juga menekankan bahwa drift dan slalom itu berbeda karena seringkali dianggap sama, terutama oleh masyarakat awam. Terkadang mereka bingung apa yang membuat keduanya tidak sama.
“Ini kadang yang orang selalu rancu. Drifting berbeda dengan slalom. Kalau drift, layout yang digunakan lebih luas, mobilnya juga tidak melaju meliuk-liuk (slalom) dan tak mendekati cone (penghalang), justru menjauhinya,” terang Amroe yang semasa muda pernah jadi seorang drifter.
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Top Comments
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.