Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Special feature

7 Pembalap F1 dengan Penantian Terpanjang

Meraih poin, pole position, kemenangan dan titel juara dalam balapan, bukan hanya hasil kerja keras, tapi ada keberuntungan dan kualitas mobil. Hanya segelintir yang beruntung seperti Giuseppe Farina, Jacques Villeneuve serta Mario Andretti, meraih pole position dalam debutnya.

Podium: Pemenang Mark Webber, Red Bull Racing

Foto oleh: Sutton Images

Sebaliknya, banyak sekali yang keluar dari F1 dengan tangan hampa atau butuh waktu sangat lama untuk memenangi lomba, naik podium, start dari grid terdepan, bahkan sekadar mendapat poin.

Contohnya, Sergio Perez mesti berusaha dalam 190 balapan sebelum menjejak podium tertinggi di GP Sakhir 2020. Itu kado perpisahan indah untuk Racing Point.

Pembalap Meksiko itu melewati rekor Mark Webber sebagai pembalap tersabar menanti kemenangan. Ia baru mengangkat trofi pemenang setelah 130 Grand Prix. Berikut berbagai rekor penantian terpanjang, dikutip dari situs Formula 1.

1. Jan Lammers, jarak antara start paling lama (10 tahun 3 bulan 22 hari)

Lammers menutup petualangan empat tahun (1979-1982) di F1 dengan kekecewaan. Ia jarang lolos kualifikasi dan finis di urutan kesembilan merupakan prestasi terbaiknya.

Penampilan terakhirnya saat lomba bisa disaksikan dalam GP Belanda 1982. Tim Theodore menggantikannya dengan Tommy Byrne usai gagal tembus kualifikasi di GP Inggris dan Prancis.

Setelah itu, ia banting setir ke berbagai kompetisi termasuk sportscar dan Formula 3000. Tiba-tiba ada panggilan kembali ke F1 dari March F1, pada 1992, untuk menggantikan Karl Wendlinger. Pertimbangan mereka, pilot 36 tahun itu memahami karakter sirkuit Suzuka karena pernah mengikuti F3000 di Jepang sepanjang 1991.

Jika dilihat dari jumlah balapan, Lammers masih kalah dari Luca Badoer. Pembalap Italia itu comeback ke grid setelah melewatkan 167 balapan, sedangkan pendahulunya hanya 164 kali.

Namun, jangka waktu lebih singkat yakni 9 tahun, 9 bulan dan 23 hari, antara GP Jepang 1999 dan GP Eropa 2009, mengisi slot Felipe Massa di Ferrari.

Jan Lammers, ATS D4 Ford

Jan Lammers, ATS D4 Ford

Foto oleh: Rainer W. Schlegelmilch

Baca Juga:

2. Mark Webber, sukses kunci pole position setelah 131 lomba

Setelah merasakan kebanggaan naik podium sebanyak tiga kali, Webber mengincar target lebih besar, yakni start dan finis di urutan terdepan. Rasa penasarannya akan dua prestasi itu tuntas di GP Jerman 2009.

Ada perbedaan perhitungan, ia baru meraih pole position usai balapan 131 kali. Sementara, kemenangan didapatkan setelah start 130 kali (Webber gagal start di GP Spanyol 2002 dan GP AS 2005). Torehan ini bertahan 11 tahun, sebelum dipatahkan Sergio Perez.

Podium: Pemenang Mark Webber, Red Bull Racing, peringkat kedua Sebastian Vettel, Red Bull Racing, posisi ketiga Felipe Massa, Ferrari

Podium: Pemenang Mark Webber, Red Bull Racing, peringkat kedua Sebastian Vettel, Red Bull Racing, posisi ketiga Felipe Massa, Ferrari

Foto oleh: Rainer W. Schlegelmilch

3. Nicola Larini, mendulang poin setelah 44 Grand Prix

Nicola Larini berdebut di F1 bersama tim Coloni, dalam GP Italia 1987. Selama enam musim awal, ia memperkuat tim-tim semenjana (Osella, Ligier, Modena) sehingga sulit mendapat pasokan mobil kompetitif. Bahkan, sasis Osella edisi 1988 dijuluki ‘FA1L’.

Pada 1992, ia berlabuh di Ferrari untuk menggantikan Jean Alesi yang mengalami cedera dalam dua balapan penutup.

Larini pastinya mengenang GP San Marino 1994, sebagai momen terindah dalam karier. Sebab ia berhasil jadi runner-up dan mendapat poin perdananya setelah berpartisipasi di 44 Grand Prix. Kisahnya tertutup oleh berita kematian Roland Razenberger dan Ayrton Senna.

Nicola Larini, Ferrari 412T1

Nicola Larini, Ferrari 412T1

Foto oleh: Ercole Colombo

4. Carlos Sainz Jr., podium perdana selepas 101 GP

Menjadi rookie bersama Toro Rosso pada 2015, Carlos Sainz Jr. berada di bawah bayang-bayang Max Verstappen. Putra pereli kawakan, Carlos Sainz Sr., harus melalui jalan terjal untuk sampai ke podium pertamanya.

Upayanya terbayar di GP Brasil 2019, meski ada aroma keberuntungan. Ia otomatis naik ke peringkat ketiga saat Lewis Hamilton dikenai penalti akibat menyenggol Alexander Albon.

Itu adalah lomba ke-101 Sainz. Ia pun mengambil alih rekor milik Martin Brundle, dengan 91 GP sebelum podium.

Rekor lain yang dimiliki pemuda Spanyol itu adalah menunggu 109 balapan hingga jadi pemimpin saat start.

Rupert Manwaring, penasihat kinerja Carlos Sainz Jr.

Rupert Manwaring, penasihat kinerja Carlos Sainz Jr.

Foto oleh: McLaren

5. Jarno Trulli, torehkan lap tercepat setelah 203 GP

Para pembalap F1 diuji kesabaran ketika berada di belakang Jarno Trulli dalam Grand Prix, hingga muncul julukan ‘Trulli Train’.

Pilot Italia tersebut tergolong sangat lambat. Performanya mengejutkan rival-rivalnya saat GP Bahrain 2009 karena mampu mencatatkan waktu tercepat, setelah 203 balapan.

Jarno Trulli, Toyota merayakan pole position di parc ferme

Jarno Trulli, Toyota merayakan pole position di parc ferme

Foto oleh: Sutton Images

6. Nigel Mansell, butuh 13 musim sebelum juara

Bos Lotus, Peter Warr, pernah meremehkan Mansell dan menyebutnya tak mungkin menang. Mansell muda yang terkenal cepat dan ceroboh, ternyata mampu membuktikan merebut peringkat pertama dalam GP Eropa 1985 dengan Williams. Rapor itu diulang sebanyak 30 kali.

Pembalap Inggris itu bahkan mempersembahkan gelar juara dunia F1 1992 atau setelah 176 balapan.

Jika yang dihitung jumlah balapan, ia masih kalah dari Nico Rosberg yang memahkotai turnamen pada 2016, setelah 206 Grand Prix.

Podium: Nigel Mansell, Williams Renault, merayakan titel juara F1

Podium: Nigel Mansell, Williams Renault, merayakan titel juara F1

Foto oleh: Motorsport Images

7. Kimi Raikkonen, gap antara kemenangan terpanjang, 114 GP

Raikkonen sempat meninggalkan F1 selepas mengakhiri kontrak dengan Ferrari pada 2009. Sebelum hengkang, pilot Finlandia tersebut memberikan podium teratas dari GP Belgia.

Merasa petualangannya di reli selama tiga tahun sudah cukup, ia memutuskan kembali ke balapan jet darat dan bergabung dengan Lotus.

Bersama tim tersebut, Raikkonen berhasil merebut dua kali posisi pertama dan 15 podium. Raihan itu membuat Ferrari melayangkan tawaran untuk musim 2014.

Butuh 5 tahun, 7 bulan dan 4 hari sebelum Iceman kembali menyerahkan trofi pemenang untuk tim Kuda Jingkrak, tepatnya dari GP AS 2018. Ternyata kado itu kurang memuaskan para petinggi tim, sehingga Raikkonen didepak di akhir musim.

Sebenarnya penantian Riccardo Patrese lebih lama, 6 tahun 6 bulan dan 28 hari, antara sukses di GP Afrika Selatan 1983 dan GP San Marino 1990. Namun, dari perhitungan jumlah balapan hanya sedikit, 98 saja.

Kimi Raikkonen, Ferrari

Kimi Raikkonen, Ferrari

Foto oleh: Glenn Dunbar / Motorsport Images

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Transisi Kepemilikan Buat Staf Williams Lega
Artikel berikutnya Tiket F1 GP Spanyol dan MotoGP Catalunya Mulai Dijual

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia