GALERI: 50 tahun penggunaan sayap di Formula 1
Sayap pertama kali tampil di Fomula 1 pada tahun 1968, meski sebelumnya telah digunakan pada mobil balap kategori lainnya.
Graham Hill, Lotus 49B
LAT Images
Pada dekade 1960an, aerodinamika merupakan hal gelap. Belum banyaknya terowongan angin dan alat-alat pendukung menjelaskan mengapa ada solusi aero berhasil secara ajaib, meski banyak juga yang gagal mengenaskan.
Dalam periode sama, mesin Formula 1 meningkatkan kapasitasnya dari 1.500cc menjadi unit tiga liter. Tenaga mencapai 450k dan kurangnya traksi dan gigitan aspal membuat catatan waktu menjadi lamban, ditambah fakta bahwa ban masa itu masih tipis dan terbuat dari karet keras.
Insinyur pun mencari cara agar mobil dapat melahap tikungan lebih kencang, sehingga mencatat waktu lebih baik. Mereka tahu bahwa cara termudah memperbaiki grip adalah memberikan tekanan tertentu pada setiap ban. Tetapi, bagaimana caranya?
Solusi datang dari cabang balap lain, arena sportscar. Adalah Jim Hall, mantan pembalap GP yang memahami bahwa jika sayap normal dapat membuat pesawat terbang, jika dibalik akan memberikan gaya serupa tetapi ke arah berbeda. Daya angkat negatif harusnya mampu meningkatkan grip roda.
Hall pun menghadirkan Chaparral 2F nan legendaris tampil di kejuaraan dunia sportscar 1967, mobil sport (lengkap dengan pelat nomor!) diberi sayap besar di belakang yang diletakkan pada poros roda, bukan di bodi. Sayap juga bisa digerakkan, mirip DRS pada F1 saat ini.
Colin Chapman dari Lotus melihat hal ini dan menempatkan sayap lebih sederhana pada Lotus 49 di GP Monako 1968. Chapman tahu ia harus menyeimbangkan mobil F1-nya, lalu memutuskan untuk memasang sayap kecil di depan Lotus-nya Graham Hill dan lembaran metal melengkung di belakang.
Hill menempati posisi pole di jalanan Monako dengan keunggulan 0,6 detik atas posisi kedua Johnny Servoz-Gavin di Matra-Cosworth. Hill juga memenangkan lomba, mengirimkan pesan jelas sepanjang jalur pit.
Balap berikutnya diselenggarakan dua pekan kemudian di sirkuit panjang, cepat dan menakutkan Spa-Francorchamps. Mauro Forghieri dari Ferrari merancang sayap belakang yang dipasang pada Ferrari 312/67 dikemudikan Chris Amon. Tidak seperti lembaran besi melengkung versi Chapman, Forghieri merancang sayap terbalik betulan yang diduduk sepasang dudukan tersambung poros roda.
Amon mencatat posisi pole dengan 3m28,6d, sementara rekan setim Jacky Ickx dengan Ferrari tanpa sayap tidak mampu mencatat waktu lebih baik dari 3m34,3d, lima detik lebih lamban.
Pada balapan berikutnya di Zandvoort, Belanda, hampir semua mobil dilengkapi sayap dalam berbagai versi.
Akan tetapi, Chapman hadir dengan ide lain. Ia merancang sayap dengan lebar penuh dan menanamkannya pada dudukan panjang sehingga sayap dapat menerima udara tanpa hambatan dan lebih efisien. Ini memaksa tim produksi Lotus menghadirkan wishbone baru untuk suspensi dan kopel baru.
Apa terjadi berikutnya, penerapan sayap berlangsung dengan sangat liar. Mobil hadir dan membalap dengan sayap diposisikan sangat tinggi dengan dudukan pipa tipis sehingga nyaris tak mampu menahan gaya ditimbulkan. Seperti dugaan, beberapa sayap mulai retak, bengkok, atau bahkan patah, menimbulkan insiden yang menakutkan.
Badan penyelenggara kemudian mengubah regulasi mengenai sayap agar lebih aman dan kurang efisien, melahirkan sayap kita lihat saat ini pada mesin-mesin F1.
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.
Top Comments