Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Nostalgia

Cosworth DFV: Mesin balap sejuta umat

Jika berbicara tentang mesin balap yang paling dominan, Anda tidak bisa mengesampingkan Cosworth DFV, mesin yang merajai Formula 1 pada medio 1960an hingga awal dekade 1980an. Bagaimana kisahnya?

Ford DFV Formula One Engine

Ford DFV Formula One Engine

Ford DFV Formula One Engine
Ford DFV Formula One Engine

Foto oleh: Jonathan Heiliger

Cosworth DFV adalah salah satu mesin legendaris yang mendominasi sirkus F1 sejak pertama kali diperkenalkan pada pertengahan dekade 1960an hingga munculnya era turbo di awal 1980an.

Mesin tersebut memiliki konfigurasi mesin V8 2.993 cc yang menghasilkan 400dk di awal pengembangannya dan meningkat hingga lebih dari 600dk pada akhir hayatnya di F1.

Selama era tersebut, DFV memenangi 12 gelar pembalap dan 10 gelar konstruktor di Formula 1. Mesin tersebut juga berhasil menjuarai Le Mans 24 Jam dengan Jacky Ickx/Derek Bell (1975), dan Jean Rondeau/Jean-Pierre Jaussaud (1980).

Selain DFV, Cosworth juga memproduksi DFX, mesin V8 2.650 cc dengan turbocharger yang merajai Amerika dengan 10 kemenangan Indy 500, 3 gelar USAC, serta 10 gelar CART dalam kurun waktu 1977 hingga 1987.

Kolaborasi Lotus-Cosworth

Awal lahirnya DFV dimulai di tahun 1965 ketika FIA mengubah kapasitas maksimal mesin yang sebelumnya 1,5 liter menjadi 3 liter yang mulai berlaku pada 1966.

Saat itu, Lotus yang menggunakan Coventry Climax ketika memenangi gelar 1963 dan 1965 bersama Jim Clark, sedang mencari mesin baru setelah Climax enggan membuat mesin yang lebih besar.

Bos Lotus, Colin Chapman, menghubungi mantan teknisi girboksnya, Keith Duckworth, yang mendirikan Cosworth bersama Mike Costin, mereka menyatakan sanggup memproduksi mesin berkapasitas tiga liter jika diberikan biaya pengembangan sebesar £100.000.

Untuk pendanaan mesin tersebut, awalnya Chapman menghubungi Ford dan David Brown dari Aston Martin, namun tidak membuahkan hasil.

Kemudian Chapman menghubungi PR dari Ford Inggris, Walter Hayes, yang memiliki kedekatan dengan dirinya pada awal 1960an, saat mereka membuat Lotus Cortina, yang diluncurkan pada 1963.

Hayes lalu mengadakan pertemuan antara dirinya, Chapman, serta Harley Cobb, pegawai Ford yang memprakarsai keikutsertaan mereka di ajang NASCAR pada awal 1950an. 

Mereka membuat rencana bisnis yang didukung oleh presiden Ford Inggris kala itu, Stanley Gillen, dan disetujui Detroit (markas besar Ford).

Proyek tersebut diperkenalkan oleh Hayes di Detroit pada 1965, namun mesin tersebut baru memulai debutnya pada ronde ketiga di GP Belanda 1967.

Pada balapan tersebut, Graham Hill - yang membalap di Lotus atas permintaan Hayes dan Ford - mencetak pole namun tersingkir lebih awal akibat masalah teknis. Rekan satu timnya, Clark, start dari grid P8 dan mempersembahkan kemenangan pertama DFV.

Ford juga mendokumentasikan fase awal pengembangan DFV ke dalam sebuah film dokumenter yang berjudul "9 Days in Summer".

Mesin sejuta umat

Awalnya, Ford tidak berminat menjual DFV kepada tim lain namun Hayes merasa mesin tersebut terlalu dominan dan hanya Repco V8 yang mampu mengimbangi mereka.

Sadar dominasi Lotus - yang saat itu memonopoli DFV - akan berdampak buruk pada Ford, Hayes dan Copp meminta izin kepada Chapman untuk menjual mesin tersebut secara bebas melalui Cosworth pada 1967.

Matra menjadi tim pertama selain Lotus yang menggunakan DFV, dan meraih kesuksesan pada 1969 bersama Jackie Stewart.

Setelah itu, DFV yang terkenal kompetitif, ringan, kompak, serta murah (sekitar £7.500 pada 1967 atau £128.044 dengan inflasi saat ini) menggantikan Coventry Climax sebagai mesin standar bagi tim independen di Formula 1.

Lotus, Matra, Brabham, March, Surtees, Tyrrell, Hesketh, Lola, Williams, Wolf, dan Ligier adalah sebagian besar dari tim yang menggunakan DFV pada saat itu.

Tercatat hingga 1982, hanya Ferrari yang mampu merusak dominasi DFV dengan tiga gelar pembalap (Niki Lauda 1975 dan 1977, Jody Scheckter 1979) dan konstruktor (1975, 1977, dan 1979).

Beberapa mobil revolusioner yang lahir pada era itu, seperti Tyrrell P34 (mobil dengan empat roda depan), serta Lotus 79 (mobil pertama yang memanfaatkan ground effect) muncul akibat dominasi DFV yang membuat mesin tidak memiliki pengaruh besar terhadap perbedaan performa dari mobil.

Secara keseluruhan, Cosworth DFV memenangi 155 balapan dari 342 balapan yang digelar dalam kurun 1967 hingga 1991.

Akhir dari sebuah era

Memasuki dekade 1980an, beberapa pabrikan seperti Renault, Ferrari, dan BMW muncul dengan mesin turbo yang jauh lebih bertenaga dari DFV.

Awalnya, ground effect bisa dijadikan senjata bagi tim pemakai DFV untuk mengimbangi tim yang menggunakan mesin turbo.

Namun setelah 1982 - di mana Keke Rosberg menjadi pembalap terakhir yang meraih gelar juara dunia dengan DFV - mesin tersebut mulai ditinggalkan untuk mesin turbo.

Untuk tetap bertahan di F1, Cosworth memperkenalkan DFY, upgrade pertama dari DFV yang didesain oleh Mario Illien dan menghasilkan 520dk. Namun itu tak cukup untuk mengimbangi mesin turbo dan hanya memenangi satu balapan ketika Michelle Alboreto memenangi GP Detroit 1983 bersama tim Tyrrell.

Sempat vakum pada 1986, timbul secercah harapan saat FIA melarang penggunaan mesin turbo setelah 1988.

FIA juga memperkenalkan Colin Chapman Trophy dan Jim Clark Cup pada 1987, kejuaraan terpisah khusus bagi mesin naturally aspirated (N/A) saat berlomba di lintasan yang sama melawan mesin turbo. Hal ini membuat Cosworth kembali melakukan peremajaan terhadap mesin DF mereka.

Lahirlah Cosworth DFZ, mesin terakhir yang menggunakan arsitektur DF, namun dengan perubahan konfigurasi menjadi V8 3.500 cc yang menghasilkan 575 dk, Tyrrell, AGS, March, Lola, dan Coloni, menjadi pengguna dari mesin tersebut.

Mesin tersebut hanya bertahan hingga 1988, saat Benetton - yang menjadi tim pabrikan Ford - menganggap mesin DFZ sudah tidak mampu lagi bersaing.

Pada 1988, Cosworth pun melakukan perombakan besar terhadap arsitektur DF, yang menghasilkan DFR, mesin dengan tenaga paling besar di antara mesin N/A lainnya, yaitu 620 dk.

Mesin tersebut terhitung sukses pada 1988 dengan Benetton membukukan tujuh podium di tahun tersebut (Thierry Boutsen 5, Alessandro Nannini 2).

Setelah tak mampu bersaing dengan mesin HB lansiran Ford yang memakai teknologi pneumatic valve gear, mesin DF menemui ajalnya pada 1991, dengan Footwork, Fondmetal, Larrousse dan Coloni menjadi tim terakhir yang memakai mesin tersebut di GP Australia.

Data & Fakta :

1. Balapan: 342 (1967-1985 & 1987-1991)

2. Balapan pertama: GP Belanda 1967

3. Balapan terakhir: GP Australia 1991

4. Kemenangan: 155

5. Kemenangan pertama: GP Belanda 1967 (Jim Clark)

6. Kemenangan terakhir: GP Detroit 1983 (Michele Alboreto)

7. Gelar pembalap (12)

Tahun Pembalap Tim
1968 Graham Hill Team Lotus
1969 Jackie Stewart Matra
1970 Jochen Rindt Team Lotus
1971 Jackie Stewart Tyrrell
1972 Emerson Fittipaldi Team Lotus
1973 Jackie Stewart Tyrrell
1974 Emerson Fittipaldi McLaren
1976 James Hunt McLaren
1978 Mario Andretti Team Lotus
1980 Alan Jones Williams
1981 Nelson Piquet Brabham
1982 Keke Rosberg Williams

8. Gelar konstruktor (10)

Tahun Tim
1968 Team Lotus
1969 Matra
1970 Team Lotus
1971 Tyrrell
1972 Team Lotus
1973 Team Lotus
1974 McLaren
1978 Team Lotus
1980 Williams
1981 Williams
400th Ford Cosworth DFV F1 Engine: Mike Costin, Keith Duckworth, Walter Hayes

400th Ford Cosworth DFV F1 Engine: Mike Costin, Keith Duckworth, Walter Hayes

Foto oleh: Ford Motor Company

Jim Clark, Lotus 49

Jim Clark, Lotus 49

Foto oleh: Ford Motor Company

Jim Clark, Lotus 49

Jim Clark, Lotus 49

Foto oleh: Ford Motor Company

Mesin DFV yang dipasangkan di Lotus 49

Mesin DFV yang dipasangkan di Lotus 49

Foto oleh: Ford Motor Company

Cosworth Engineering: Bill Brown, Keith Duckworth, Mike Costin, Ben Rood

Cosworth Engineering: Bill Brown, Keith Duckworth, Mike Costin, Ben Rood

Mesin DFV Cosworth yang dipakai Lotus

Mesin DFV Cosworth yang dipakai Lotus

Foto oleh: LAT Images

Ford DFV

Ford DFV

Foto oleh: JEP / Motorsport Images

Ford DFV

Ford DFV

Foto oleh: JEP / Motorsport Images

Gulf-Mirage GR8, Derek Bell, Jacky Ickx

Gulf-Mirage GR8, Derek Bell, Jacky Ickx

Jody Scheckter, Tyrrell P34-Ford

Jody Scheckter, Tyrrell P34-Ford

Foto oleh: LAT Images

Mario Andretti, Lotus 79

Mario Andretti, Lotus 79

Foto oleh: Rainer W. Schlegelmilch

Michele Alboreto, Tyrrell Racing 012 Ford

Michele Alboreto, Tyrrell Racing 012 Ford

Foto oleh: LAT Images

Michele Alboreto, Footwork FA12 Ford

Michele Alboreto, Footwork FA12 Ford

Foto oleh: LAT Images

Jackie Stewart, Matra MS10 Ford

Jackie Stewart, Matra MS10 Ford

Foto oleh: LAT Images

Jochen Rindt, Lotus 72 Ford

Jochen Rindt, Lotus 72 Ford

Foto oleh: Sutton Images

Jackie Stewart, Tyrrell 003-Ford

Jackie Stewart, Tyrrell 003-Ford

Foto oleh: LAT Images

Emerson Fittipaldi, Lotus 72

Emerson Fittipaldi, Lotus 72

Foto oleh: Rainer W. Schlegelmilch

Ronnie Peterson, Lotus 72E Ford

Ronnie Peterson, Lotus 72E Ford

Foto oleh: LAT Images

Emerson Fittipaldi, McLaren M23

Emerson Fittipaldi, McLaren M23

Foto oleh: LAT Images

Alan Jones, Williams FW07

Alan Jones, Williams FW07

Foto oleh: Williams F1

Alan Jones, Williams FW07C

Alan Jones, Williams FW07C

Foto oleh: Williams F1

21

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Cosworth pesimistis kembali ke F1 sebagai pabrikan independen
Artikel berikutnya Formula 1 pertimbangkan isi empat mobil dalam satu baris start

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia