Davide Brivio di antara Penasaran dan Regenerasi
Gegara penasaran, Davide Brivio meninggalkan kariernya yang bersinar di MotoGP dan memulai dari nol di Formula 1.
Pria Italia tersebut suka dengan tantangan membangun sebuah tim balap dari dasar. Sama seperti ketika ia menerima pinangan Suzuki yang kembali ke kancah MotoGP pada 2015.
Berbekal pengalaman panjang di Yamaha dan semangat belajar, Brivio menyusun kepingan-kepingan puzzle sehingga membawa Suzuki ke tampuk juara dunia MotoGP 2020 untuk kategori pembalap dan tim.
Ternyata di sela-sela kesibukannya bersama pabrikan yang bermarkas di Hamamatsu, sang prinsipal mengamati F1 dengan penuh keingintahuan. Sistem kompetisi, segala aspek teknik dan manajemen tim menarik atensinya.
Brivio diam-diam menjemput impiannya awal tahun ini. Ia memutuskan hengkang ketika Suzuki mengecap kesuksesan. Keputusan yang mengejutkan banyak pihak karena terjadi secara tiba-tiba.
Bagi pria yang membantu Valentino Rossi menaklukkan titel MotoGP 2004, 2005, 2008 dan 2009 tersebut, lebih baik meninggalkan tim ketika sukses sehingga namanya tetap harum. Selain itu, proposal Alpine F1 sulit ditolak. Kisahnya berkebalikan dengan Massimo Rivola yang pindah dari Ferrari ke Aprilia pada 2019.
“Tantangan menarik bagi saya. Saya selalu tertarik memahami bagaimana F1 bekerja, bagaimana tim mengelola operasi dan bagaimana mereka membangun mobil. Jadi ada keinginan untuk menggali lebih dalam olahraga ini dan mencoba memahami sebanyak mungkin,” katanya dikutip dari Formula1.com.
“Itu sangat menarik sejauh ini, ada banyak hal yang harus ditemukan dan terbiasa dengan itu. Saya harap segera, saya dapat memberikan kontribusi dan bantuan saya.”
Ia pernah mengatakan berada di sebuah tim baru memacu adrenalin sekaligus memberikan oksigen.
“Itu adalah sebuah kesempatan yang harus saya ambil. Mungkin, saya akan menyesal kalau tak mengambilnya. Jadi sekarang saya di sini dan saya akan mencoba melakukan yang terbaik. Semoga saya bisa berkontribusi terhadap Alpine Formula 1 dengan pengalaman saya,” ia menuturkan.
“Itu tak mudah. Saya butuh waktu, tapi saya tidak berkomitmen penuh untuk mencoba dan terlibat sebanyak mungkin.”
Brivio dilantik sebagai direktur balap Alpine F1 menyusul lengsernya sang CEO Cyril Abiteboul, yang sudah bekerja selama dua dekade di Renault. Pria yang bekerja sama dengan Direktur Eksekutif Marcin Budkowski tersebut memikul tanggung jawab besar karena membawahi lebih dari dua ribu staf.
Hanya saja dengan organisasi yang lebih besar, pekerjaannya lebih spesifik ketimbang saat mengabdi di Suzuki. Kala itu, ia mesti menjalankan banyak peran sekaligus. Saat ini, tugas dapat didelegasikan kepada para manajer.
Di Alpine, dengan dukungan penuh CEO Renault, Luca de Meo, Brivio ingin mewujudkan idenya membentuk tim yang bertumpu kepada para pembalap muda.
Pengalaman mengajarkannya untuk yakin kepada talenta belia. Brivio memulai kiprahnya di usia 15 tahun sebagai mekanik tanpa bayaran di sebuah tim motocross lokal kota Gilera.
Kepercayaan pemilik tim membuatnya terinspirasi untuk melibatkan lebih banyak pilot muda ke depannya. Proyek itu sudah dijalankan mantan mekanik tim Yamaha WSBK saat menukangi Suzuki.
Eksperimennya baru membuahkan hasil lima tahun sejak gagasan ditelurkan. Brivio mempromosikan Joan Mir dan Alex Rins yang tidak pernah juara Moto2, tapi punya potensi besar bersaing di level premier.
Duo Spanyol mencatat kemajuan secara bertahap hingga musim lalu, Mir menyabet titel juara dunia MotoGP dan Rins di posisi ketiga.
“Kadang ada sensasi dari orang atau mungkin bagaimana determinasinya. Kadang ada pembalap yang tidak banyak menangn di kategori bawah yang kemudian bekerja keras, menjadi matang dan cepat. Tidak mudah mengidentifikasi bakat seseorang,” Brivio menjelaskan.
“Apabila Anda punya pembalap termotivasi, memutuskan bekerja keras dengan kapasitas maka akan keluar (hasil positif). Itu bukan hanya tentang membuat pilihan tapi bagaimana membuat pilihan itu berfungsi.”
Esteban Ocon, Alpine F1, Fernando Alonso, Alpine F1 dan George Russell, Williams
Foto oleh: Glenn Dunbar / Motorsport Images
Di Alpine, regenerasi bisa diwujudkan dengan membuat akademi. Tetapi, mereka belum memanen produknya musim ini. Pembalap muda tersebut masih dibiarkan menempa diri di Formula 2.
Untuk F1 2021, tim yang sebelumnya bernama Renault menggunakan jasa Fernando Alonso yang sangat senior dengan pilot muda Esteban Ocon.
“Ini sesuatu yang saya sukai, sangat romantis. Itu tergantung situasi tim tempat Anda bernaung. (Di Suzuki) kami dalam posisi di mana perlu menemukan pembalap brilian untuk berkompetisi dengan pembalap top. Anda kemudian harus memutuskan apakah perlu mencoba mencuri seseorang dan membayar banyak uang untuk mereka atau Anda menemukan lalu mengembangkan mereka sendiri. Kami memilih yang kedua,” Brivio mengungkapkan.
“Kami tidak berada dalam situasi ini (di Alpine), seperti kami punya Esteban (Ocon) yang masih muda dan sangat menjanjikan untuk masa depan. Fernando, yang tidak muda, tapi dia berbakat dan kami memerlukannya. Jadi kami berada dalam situasi bagus sekarang.
“Kita lihat saja apa yang terjadi pada tahun-tahun mendatang. Tentu saja, kami punya akademi, ada tiga orang yang menjanjikan. Jadi kami perlu memasang mata dan bekerja pada itu. Kita lihat bagaimana situasi berkembang.”
Jika menilik siklus sukses Suzuki, mungkin Alpine harus bersabar untuk mendapat hasil maksimal. Itu juga tergantung dukungan tim berupa mobil yang tahan banting.
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Top Comments
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.