Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Breaking news

Hamilton Klaim Punya Kesamaan dengan Senna

Lewis Hamilton mengklaim dirinya memiliki kesamaan dengan legenda Formula 1, Ayrton Senna. Selain berstatus juara dunia lebih dari sekali, mereka juga aktif melawan ketidakadilan.

Lewis Hamilton, Mercedes-AMG F1

Foto oleh: Steve Etherington / Motorsport Images

Pembalap 36 tahun tersebut memanfaatkan ketenarannya untuk mengampanyekan gerakan anti rasialisme.

Sebagai ketua asosiasi pembalap F1, ia juga menyuarakan keberatan rekan-rekannya jika ada aturan atau sesuatu yang menghambat mereka. Hamilton juga mencari solusi bersama para petinggi tim dan Formula 1.

Di masa lalu, Senna sering mengkritik sistem yang dibuat manajemen F1. Pilot Brasil itu jadi sumber inspirasi Hamilton kecil, yang berusia sembilan tahun ketika kecelakaan di GP San Marino 1994 merenggut nyawa sang idola.

Pada 2015, pembalap Inggris tersebut mematahkan rekor gelar juara dunia tiga kali milik Senna. Dua tahun kemudian, torehan 65 pole position berhasil dilampaui.

Prestasi itu malah membuat Hamilton makin haus gelar. Pada 2020, giliran rekor tujuh titel juara F1, Michael Schumacher yang disamai.

“Dia bertarung sendirian melawan sistem yang tidak selalu baik kepadanya, sama seperti saya. Saya mengalami ini dalam karier saya untuk alasan berbeda,” katanya kepada La Gazzetta dello Sport.

“Saya ingin jadi pembalap seperti dia dan balapan di F1. Saya sangat menyukai mobil dan bagi saya, itu pekerjaan terbaik di dunia.”

Baca Juga:

Hamilton merupakan pendukung utama kampanye Black Lives Matter karena merasa senasib dengan George Floyd. Di masa lalu, ia pernah jadi korban perlakuan rasialisme.

Sebagai pemilik gelar juara F1 dan kesatria Kerajaan Inggris, ia bisa lebih mudah menyampaikan pesan-pesan sosial.

“Setelah melihat George Floyd terbunuh di Amerika Serikat, terpikir oleh saya bahwa saya pernah mengalami perlakuan kasar di masa lalu, tentu saja, dalam cara berbeda. Itu alasan saya menyalakan kembali performa saya,” ucap pembalap yang tak punya lagi kontrak dengan Mercedes.

“Saya mempertaruhkan segalanya yang saya miliki untuk menang dan saya bekerja keras untuk mencari keadilan terhadap diskriminasi sosial. Menjelaskan pentingnya isu ini di publik dan fokus pada isu-isu yang membuat saya lebih kuat, memberi saya dorongan ekstra ketika membalap di trek. Ini bukan sekadar meraih sebuah gelar. Ada tujuan yang lebih besar.”

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Perez Pernah Ingin Pensiun Dini dari Dunia Balap
Artikel berikutnya Schumacher: Musim 2020 Jadi yang Terbaik dalam Karier Saya

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia