Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Special feature

Jos Verstappen, Pembuktian Pembalap Gagal Jadi Mentor Jempolan

Setelah sukses bereksperimen dengan anaknya sendiri, Max, kini Jos Verstappen mencoba mencetak pembalap muda brilian lainnya. Ia seolah ingin melampiaskan kekecewaan terhadap kehidupan profesionalnya dengan cara positif.

Max Verstappen, Toro Rosso and father Jos Verstappen

Foto oleh: Charles Coates / Motorsport Images

Pria dengan nama asli Johannes Franciscus Verstappen tersebut terjun ke Formula 1 sejak 1994. Namun, selama delapan musim, ia hanya mampu mendulang 17 poin.

Kendati demikian, pria Belanda tersebut pernah naik podium ketiga sebanyak dua kali (GP Hungaria dan GP Belgia) bersama Benetton pada musim debutnya. Berkat prestasi tersebut, ia berada di peringkat ke-10.

Itu adalah capaian terbaik Verstappen karena setelahnya ia empat kali menutup musim dengan tangan hampa, tanpa satu poin pun. Pria kelahiran 49 tahun silam tersebut keluar dari balap jet darat akhir musim 2003. Minardi jadi pelabuhan terakhirnya.

Setelah itu, Verstappen mencicipi A1 dan 24 Hours of Le Mans. Ia sempat jadi juara lomba ketahanan pada 2008.

Kegagalan di F1 membuatnya berambisi menggembleng Max untuk mengikuti jejaknya. Jika Jos mulai menyentuh go-kart di usia delapan tahun, anak laki-lakinya lebih kecil lagi, yakni empat tahun.

Didikan sangat keras diterapkan sejak dini. Verstappen junior kerap diamuk sang ayah saat melakukan kesalahan di lintasan. Sang ibu, Sophie Kumpen, mantan atlet go-kart juga memberi dukungan.

“Dalam satu sesi uji coba dengan kart, dia mengemudi sangat pelan. Saya mendatanginya lalu menampar helm (yang dikenakannya) beberapa kali sambil bertanya, ‘Apa yang sedang kamu lakukan?’ Saat itu adalah kejuaraan dunia dan tak ragu kami mampu memenanginya. Setelah episode tersebut, dia lebih baik, memenangi semua seri,” ujar Jos kepada David Coulthard untuk CarNext.com.

“Setiap kali saya lihat dia mengemudi dengan buruk dan saya tahu harus membangunkannya secepat mungkin. Kadang-kadang dia memerlukannya.”

Max Emilian Verstappen membenarkan adanya adegan tersebut. Pembalap Red Bull Racing tersebut mengenang, “Ketika ayah menampar helm saya, dia bertanya kenapa tak bisa mengemudi seperti biasanya. Dia memperingatkan, ‘Kalau hanya ini yang kamu bisa lakukan, lebih baik kita mengemasi barang-barang kita dan berhenti sampai di sini’. Bagi saya, itu seperti alarm.”

Baca Juga:

Ada lagi metode untuk menggembleng kepribadian Verstappen muda. “Ayah saya sangat keras. Pada 2012, setelah kejuaraan kart, dia meninggalkan saya di jalan bebas hambatan. Tapi 10 menit kemudian, dia menjemput. Sekarang saya bisa tertawa ketika mengingat momen sulit tersebut,” katanya dilansir La Gazzetta dello Sport.

Sekarang Verstappen sudah memetik buah didikan dan program latihan ayahnya. Sejak berkecimpung di F1 pada 2015, tiga musim terakhir, ia jadi penantang juara dunia.

Murid Baru

Kisah sukses Jos Verstappen tersebut menginspirasi manajer Max, Raymond Vermeulen, untuk menyerahkan putranya.

Thierry Vermeulen berlatih di Sirkuit Zandvoort dengan mobil Porsche 992 GT3 untuk Mobil 1 Supercup dan Carrera Cup Benelux. Pemuda 18 tahun tersebut mengincar kompetisi di Jerman. Verstappen mendampinginya melakukan sprint race dengan mobil Porsche-nya sendiri.

“Jos membantu meningkatkan segala aspek dan menyiapkan untuk kejuaraan. Dia pelatih terbaik yang Anda harapkan. Dalam kelas ini sangat penting menemukan set-up bagus dan Jos hebat dalam hal itu,” ucap Vermeulen.

“Jos selalu jujur, dia mengatakan apa yang dipikirkan. Saya lebih senang dengan orang yang bekerja seperti itu daripada tidak jujur.”

Thierry Vermeulen, Team GP Elite

Thierry Vermeulen, Team GP Elite

Foto oleh: Ansho Bijlmakers - Team GP Elite

Verstappen membuat program tiga tahun dengan pendekatan berbeda saat melatih Max. Target mentor dan murid itu adalah hasil terbaik di Porsche Supercup 2023.

“Kelas itu untuk mendukung Formula 1. Saya kira ini proyek yang menarik dan serius, tantangan yang sangat menyenangkan. Formula 1 bukan target, tapi harus ada kemajuan,” ia menjelaskan.

“Cara kerja saya dengan Max, tidak saya lakukan lagi. Saya bekerja selama tujuh hari sepekan, itu cukup intens. Thierry berada di tim yang bagus dengan GP Elite. Kami berpartisipasi untuk menang.”

Perlu kerja keras dan banyak pengorbanan bagi Verstappen untuk membuktikan meski bukan pembalap sukses, ia bisa jadi mentor jempolan.

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Kekuatan Sebenarnya AlphaTauri Akan Terlihat di F1 GP Spanyol
Artikel berikutnya Domenicali Beri Nasihat agar Schumacher Bisa Unjuk Gigi

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia