Ledakan di Dekat Fasilitas Aramco Bisa Ancam F1 GP Arab Saudi

Situasi terkait kelangsungan F1 GP Arab Saudi, akhir pekan ini (25-27/3/2022), menjadi tidak menentu menyusul sebuah ledakan besar terjadi tidak jauh dari Sirkuit Jeddah Corniche, lokasi putaran kedua Kejuaraan Dunia Formula 1 2022.

Ledakan tersebut terjadi di dekat fasilitas milik Aramco, perusahaan minyak milik negara Arab Saudi. Kendati berjarak sekira 12 mil (19,3 km) dari trek, besarnya ledakan yang memunculkan asap hitam bisa terlihat sampai terlihat jelas.

Para pembalap yang saat itu tengah melakukan sesi latihan bebas pertama (FP1) GP Arab Saudi pun ikut merasakan besarnya pengaruh ledakan.

Juara dunia Max Verstappen (Oracle Red Bull Racing) bahkan harus bertanya kepada para teknisi dan mekanik di tim apakah Red Bull RB18 geberannya mengalami masalah. Pasalnya, ia mencium bau asap.

“Saya mencium bau asap. Apakah itu dari mobil saya?” kata pembalap asal Belanda itu kepada timnya yang langsung dijawab para teknisi Red Bull bahwa tidak ada masalah dengan sasis RB18.

Ledakan tersebut memang tidak mengganggu jalannya FP1 GP Arab Saudi. Verstappen sendiri mengakhiri FP1 di posisi kedua setelah terpaut hanya sekira 0,1 detik dari Charles Leclerc (Scuderia Ferrari).

Namun, ledakan tersebut tidak urung memunculkan keraguan apakah Arab Saudi mampu menggelar balapan pada Minggu (27/3/2022) nanti. Pihak Formula 1 pun langsung merespons insiden ledakan di dekat depo minyak di Jeddah tersebut.

“Kami menunggu informasi lebih lanjut dari pihak berwenang soal apa yang sebenarnya terjadi,” demikian pernyataan seorang juru bicara F1.

Efek ledakan di dekat depo minyak Aramco ini akhirnya ikut membuat jadwal FP2 mundur meskipun hanya 15 menit. Dari foto-foto yang terlihat (foto utama), memang belum terlihat tanda-tanda api bakal segera bisa dipadamkan. Paling tidak sampai jelang digelarnya FP2. 

Dari pernyataan terkini pihak pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang tengah bertempur di Yaman diketahui bila milisi Houthi berada di balik serangan ini.  

“Upaya serangan oleh milisi Houthi ini memang sengaja menargetkan wilayah sipil, instalasi energi. Dalam serangan lanjutan berikutnya, Houthi akan mengancam keamanan regional dan internasional,” demikian pernyataan dari pasukan koalisi Arab Saudi.

“Kami selama ini mendukung Teluk dan komunitas internasional dalam mencapai negosiasi yang sukses dengan Yaman.”

Houthi merupakan gerakan politik Islam yang berdiri pada awal tahun 1990-an. Pada awalnya, mereka bertindak sebagai oposisi dari Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, yang dinilai memimpin pemerintahan yang korup namun didukung Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Setelah Presiden Saleh terbunuh di Sa’dah pada 2004, Houthi makin kuat di Yaman. Mereka memperjuangkan untuk perbaikan ekonomi dan marginalisasi politik di Yaman. Di sisi lain, Houthi juga menuntut otonomi yang lebih besar dan luas di Yaman.

Seiring berkembangnya situasi politik di Timur Tengah, milisi Houthi kerap dikaitkan dengan instabilitas di sejumlah negara Arab. Itulah mengapa Arab Saudi sudah lama ingin menumpas Houthi, minimal mengajak mereka ke meja perundingan.

Jika benar ledakan pada Jumat siang dilakukan kelompok Houthi, ini menjadi serangan kesekian mereka ke sejumlah fasilitas minyak milik Arab Saudi.