Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Nostalgia

Manajer AlphaTauri Kisahkan Evolusi Positif Max Verstappen

Mantan manajer Toro Rosso, Graham Watson, mengungkapkan evolusi Max Verstappen sejak kiprah perdana di Formula 1.

Max Verstappen, Red Bull Racing

Foto oleh: Red Bull Content Pool

Pembalap Belanda tersebut mencatatkan debut di usia paling muda dalam sejarah F1 di Grand Prix Australia 2015. Kala itu, ia tampil di usia 17 tahun 166 hari.

Banyak yang meremehkan kemampuan bocah remaja tersebut pada awalnya. Pandangan berbeda diutarakan siapa pun yang bekerja di sekelilingnya.

Toro Rosso punya jasa besar membuka karier pembalap didikan program junior Red Bull itu. Watson mengingat komentar miring yang diterima pihaknya akibat keputusan mengorbitkan Verstappen.

“Banyak yang mengatakan, ‘Orang-orang ini seharusnya tidak boleh berkecimpung dalam olahraga hingga mereka latihan lebih banyak lagi’, yang mana bagi saya itu omong kosong,” katanya kepada Motorsport.com Belanda.

“Sejujurnya, jika Anda cukup bagus, Anda sudah tua. Saya kira kami semua terkejut melihat Max masih muda, tapi Franz Tost dan Helmut Marko sudah sangat lama di sini dan menyadari bahwa dia luar biasa dari generasinya, seperti Michael Schumacher, Fernando Alonso atau Lewis Hamilton. Dia orang yang tepat didudukkan dalam mobil,” ia menguraikan.

Watson mengenang pertemuan perdana dengan putra Jos Verstappen pada September 2014, selepas menuntaskan beberapa free practice dengan Toro Rosso.

Sekilas, ia melihat aura kebintangan pada diri pembalap yang tak pernah mencicipi Formula 2 tersebut. Makin lama mengenalnya, sosok Verstappen kian mengesankan. Pemuda itu bersemangat dan selalu mau belajar.

“Saya bisa mengatakan dia punya aura tertentu. Sangat terlihat dari saat dia memasuki garasi dan masuk ke mobil,” ucapnya.

“Dia hampir menciptakan insiden pada lap pertama latihan bebas (GP Brasil 2014). Namun, dia bisa mengontrol mobilnya kembali, bisa lanjut, melakoni lap lain dan bahkan jadi yang tercepat. Itu menunjukkan kalau dia yakin dengan apa yang dilakukannya dan tahu apa yang dilakukannya.

“Saya pernah bekerja dengan Jos Verstappen di Benetton, jadi saya sudah terkoneksi dengan mentalitas Verstappen.”

Mentalitas tangguh tersebut merupakan buah didikan keras sang ayah. Jos terus mengingatkan putranya untuk melakukan hal-hal tertentu supaya bisa jadi nomor satu.

Baca Juga:

“Saya yakin kalau ayahnya mengatakan bahwa dia harus melakukan hal-hal tertentu kalau mau diperlakukan secara setara atau jadi pemimpin tim. Mengenal keduanya, saya melihatnya lebih lagi dibanding lainnya,” tutur Watson.

“Saya kira, Jos mengajarkannya, ‘Max, lihat, Anda punya semua kemampuan, tapi sekarang, Anda harus menciptakan lingkungan untuk diri sendiri, seperti yang dilakukan Michael di Benetton dan Ferrari.”

Pria 54 tahun itu memberitahukan kelebihan lain pembalap berpostur 181 cm tersebut. Ketika punya tujuan, Verstappen tak tergoyahkan dan sangat berani.

“Tidak ada apa pun yang mengguncangnya. Ketika saya bicara dengannya tentang keberanian dan saya katakan, ‘Max, bagaimana Anda mengelola ketegangan?’ Dia menjawab, ‘Apa maksud Anda?” ujarnya.

“Saya mencoba lagi dan berkata, ‘Ketika Anda di grid dan lampu menyala dan Anda dikelilingi para pembalap Formula 1 yang jelas berpengalaman, apa Anda pernah gugup?’. Dia bilang, ‘Sejujurnya, Graham, yang saya inginkan adalah mengemudi mobil.’

“Dia mengatakan sudah mengemudi sejak umur empat tahun, jadi ketika sampai umur 17 tahun, kariernya sangat panjang. Dia tahu bagaimana mengatasi tekanan dalam kejuaraan go-kart.”

Verstappen bertahan di Toro Rosso selama 1,5 musim sebelum ditarik pulang oleh Red Bull. Pada periode tersebut, Watson melihat beberapa momen mengejutkan.

“Pada Singapura 2015, setelah ganti ban baru, ‘Saya tidak akan membiarkan rekan setim saya lewat!’. Dia mengejar Sergio Perez,” katanya.

“Dia tidak mau disalip oleh siapa pun. Tidak peduli siapa yang mengemudi mobil lain. Beruntung, itu bagaimana Anda menjadi juara dunia. Anda harus egois dan langsung di trek. Jika tidak, Anda bisa dimakan hidup-hidup.

“Saya melihat terlalu banyak pembalap bertalenta yang gagal karena mereka terlalu baik. Anda bisa jadi pembalap baik hati, tapi Anda harus kasar di trek.”

Manajer AlphaTauri tersebut mengakui betapa Verstappen kian matang seiring berjalannya waktu. Namun, sifat rendah hati dan tidak arogan tetap ada.

“Dengan kami, dia adalah remaja. Sangat mudah bicara dengannya. Dia sosok rendah hati, tak arogan. Bahkan hingga sekarang bertemu di paddock, dia selalu menyapa saya. Dia tidak berubah secara drastis. Bisa dikatakan dia banyak berkembang,” ucapnya.

“Dia masih agresif, tapi dia matang. Dia tahu kapan menekan dan kapan menahan.”

Verstappen pernah mendiskusikan insiden yang dialami pada 2017 dan 2018 dengan Watson.

Sang bos pun menyarankan, “’Anda punya keunggulan 0,3 detik daripada sebagian besar pembalap Formula 1, jadi longgarkan 0,1. Anda tidak perlu menemukan 0,1 detik setiap lap.’ Saya kira dia telah jadi dewasa sebagai pembalap. Anda bisa melihat perkembangan alami. Dia juga membalap dengan kepala bukan hanya kaki kanan,” Watson menandaskan.

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Williams Gandeng Duracell sebagai Sponsor F1 2022
Artikel berikutnya Formula 1 Meluncurkan Pusat Pengalaman Simulator Baru

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia