Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

Model Bisnis Bikin Keuangan McLaren Rapuh

Dari penjualan saham, McLaren sadar bila model bisnis yang mereka jalankan selama ini sangat rapuh dari sisi finansial sehingga bisa sangat mengganggu kerja tim untuk Kejuaraan Dunia Formula 1.

Zak Brown, CEO, McLaren Racing, and Andreas Seidl, Team Principal, McLaren, on the grid

Zak Brown, CEO, McLaren Racing, and Andreas Seidl, Team Principal, McLaren, on the grid

Andy Hone / Motorsport Images

Akhir pekan lalu, McLaren Group resmi melepas sahamnya senilai 185 juta poundsterling (sekira Rp3,53 triliun) kepada sebuah konsorsium asal Amerika Serikat, MSP Sports Capital, untuk membeli tim F1 mereka.

MSP sudah mengambil 15 persen saham di McLaren F1. Mereka diperkirakan bakal menambah jumlah saham kepemilikan menjadi maksimal 33 persen pada 2022.

Suntikan uang tersebut tidak hanya membuat McLaren mampu melanjutkan sejumlah program yang tersendat seperti pembuatan terowongan angin (wind tunnel) baru dan simulator.

Masuknya MSP juga mempertegas bila selama ini ada yang salah dengan sistem keuangan McLaren Group, khususnya dalam anggaran untuk operasional tim F1 mereka.    

Ketua Eksekutif MSP, Paul Walsh, model bisnis McLaren sebelumnya yang dipakai untuk mendukung divisi produksi mobil massal dengan program balap, sangat tidak ideal. Itulah mengapa memisahkan kepemilikan tim F1 menjadi salah satu langkah tepat.

Baca Juga:

“Menurut saya, model bisnis yang dijalankan McLaren sangat rapuh karena mengalirkan uang dari (keuntungan) menjual mobil untuk keperluan balap. Padahal dari sisi pengembalian modal, keuntungan, dan kriteria sukses, kedua divisi ini berbeda,” kata Walsh.

“Divisi otomotif butuh aliran uang yang jelas, dari penjualan produk, saham, dan lain-lain. Tim balap lebih butuh modal yang sangat besar. Jadi, secara fundamental saja ini sudah dua hal berbeda yang perlu ditangani dua manajemen yang terpisah.”

Dampak pandemi Covid-19 bagi ekonomi memang luar biasa. Karena itulah Walsh mengungkapkan bila McLaren tak segera menemukan investor masa depan juara konstruktor F1 delapan kali (1974, 1984, 1985, 1988, 1989, 1990, 1991, 1998) itu akan tidak jelas.  

“Jika melihat efek pandemi, Anda harus menghentikan produksi mobil karena pabrik ditutup. Bila tidak membuat mobil, apa yang akan dijual. Dari mana uang akan datang jika tidak ada yang dijual?” kata Walsh.

“Sementara di balap, tim Anda terus menghabiskan uang dan itu wajar. Bila kondisi finansial sudah akut, pembenahan secara fundamental berikut sejumlah penyesuaian, harus dilakukan.”

Walsh menambahkan, pihaknya bisa saja memberikan uang kepada Zak Brown (CEO McLaren) soal berapa yang ia butuhkan. Lalu, MSP menilai apakah langkah itu sudah sesuai dengan target dan ambisi mereka.

“Kami tidak seperti itu. Jadi, pada dasarnya kami mencoba bagaimana membuat model yang tepat bagi grup (McLaren) dan efisien dari sisi finansial,” ujar Walsh.

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Sergio Perez Paling Menanjak di F1 2020
Artikel berikutnya Red Bull Belum Cari Pengganti Aston Martin

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia