Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Special feature

Pentingnya Crash Test di Formula 1 dan Metode Pengujiannya

Setiap pramusim Kejuaraan Dunia Formula 1, crash test (tes tabrakan) memegang peran penting. Apa yang harus dijalani tim-tim agar lolos homologasi FIA?

Foto oleh: Giorgio Piola

Ada hal menarik menjelang bergulirnya Kejuaraan Dunia Formula 1 2022. Dua tim terbaik F1 saat ini, Mercedes-AMG Petronas F1 dan Red Bull Racing, dikabarkan sempat tidak lolos crash test untuk mendapatkan homologasi FIA.

Mercedes, juara dunia konstruktor F1 delapan musim terakhir dan tujuh trofi pembalap pada periode yang sama, langsung membantah kabar tersebut. Sementara, Red Bull cenderung tutup mulut terkait kabar tersebut.

Aturan baru untuk F1 2022 benar-benar membuat para teknisi tim tidak bisa bersantai. Mereka harus membangun mobil yang benar-benar baru sesuai regulasi anyar.

Khusus untuk Mercedes dan Red Bull, mereka harus bekerja lebih keras karena konsentrasi dan tenaga mereka juga sudah terkuras untuk persaingan musim lalu.

Sebelum mobil baru bisa menyentuh aspal untuk kali pertama, semua tim harus mendapatkan homologasi (pengesahan) dari FIA atas rangkaian tes. Salah satu yang paling krusial adalah tes tabrakan.

Lantas, seperti apa urutan yang harus dijalani tim-tim dan persyaratan yang harus mereka penuhi dala crash test agar mobil mereka dihomologasi oleh FIA?

Pertama, delegasi teknis FIA akan memfokuskan pada rangkaian tes untuk monokok alias survival cell, atau kokpit tempat pembalap berada. Salah satu tes terpenting adalah tes tabrakan frontal yang terbagi dalam dua tes berbeda.

Baca Juga:

Tes pertama adalah pemeriksaan dan pengujian kekuatan hidung mobil  (nose). Monokok dan nose disatukan dalam satu struktur dan dilesatkan dengan kecepatan 15 meter per detik (m/d) sebelum dibenturkan ke dinding.

Perlambatan di 100 mm pertama tidak boleh lebih dari 10 G (grafitasi) dan rata-rata perlambatan di 150 mm pertama juga tidak boleh kurang dari 2,5 G. Selain itu, selama seluruh pengujian, kekuatan hantaman 45 G biasanya tidak akan pernah bisa dilampaui.

Untuk menjalani tes tabrakan frontal ini, tim-tim harus menempatkan pelat aluminium setebal 50 mm (+/- 1 mm) di bagian depan monokok untuk meredam benturan pada struktur.

Pada fase pertama tes ini tangki bahan bakar juga harus dipasang namun diisi dengan air. Untuk mengilustrasikan pembalap, boneka dengan berat paling tidak 75 kg harus diikat dengan safety belt dan mengenakan helm sesuai standar FIA.

Massa total struktur harus antara 900-925 kg sedangkan kecepatan tumbukan tidak boleh kurang dari 15 m/d. Dinding tempat monokok akan bertabrakan harus dilengkapi dengan tujuh tabung karbon yang menghasilkan beban nominal gabungan sebesar 500 kilo Newton (kN).

Untuk mendapatkan homologasi FIA, struktur – baik monokok maupun nose – tidak boleh rusak dan seat belt tetap terpasang.

Deselerasi maksimum dialami dada pada boneka haruslah 3 m/d, sementara akselerasi minimum sasis ada di angka 30 m/d agar berada di 52 G. Terakhir, pemindahan maksimum sasis tidak boleh lebih besar dari 425 mm.

Crash test de un habitáculo

Setelah lolos tes tabrakan frontal, monokok akan menjalani tes tabrakan samping (side impact test). Pengujian ini dilakukan pada kedua sisi struktur dan beban setara 104,5 kN diarahkan di sisi samping ke arah bagian dalam monokok, dan 93,2 kN secara membujur ke arah belakang.

Seperti tes sebelumnya, setelah pengujian struktur (monokok) ini tidak boleh berubah bentuk atau rusak. Jika rusak pun tidak boleh melebihi parameter yang sudah ditetapkan FIA.

Seperti disebutkan di atas, setiap tim juga harus mencantumkan perhitungan dari mereka sendiri yang menunjukkan monokok desain mereka yang mampu menahan beban hingga 75 kN vertikal ke atas dan 99 kN membujur ke belakang.

Melanjutkan proses, tim juga menghadapi uji tabrak untuk bagian belakang monokok. Untuk melakukan tes ini, setiap tim harus memasang struktur peredam kejut di belakang gearbox dengan karakteristik tertentu.

Untuk memverifikasi kekuatan gearbox, lampiran struktur benturan belakang dan sambungan keduanya, mereka harus lulus tiga uji beban statis:
1. Beban samping 40 kN diterapkan pada ketinggian rata-rata struktur.
2. Sebuah beban 40 kN vertikal ke atas di bidang tengah.
3. Sebuah beban 40 kN vertikal ke bawah diterapkan di bidang tengah.

Dalam setiap kasus, beban harus dibebankan melalui sebuah ball jjoint dan setelah 30 detik tidak boleh ada kegagalan struktur benturan, gearbox, atau pemasangan keduanya.   

Detalles del test de impacto lateral

Bagian belakang juga harus lolos tes dinamis, dengan semua komponen yang akan dipasang di bagian belakang mesin, harus terpasang.

Gearbox harus dipasang dengan kokoh ke tanah dan ke benda padat, dengan massa 900 kg. Struktur tersebut akan dihantam benda datar dengan lebar 450 mm (+/- 3 mm) dan tinggi 550 mm (+/-3 mm) – 45 cm x 55 cm – dengan kecepatan tidak kurang dari 11 m/d.

Selama pengujian, objek yang dihantam tidak boleh berputar dengan sumbu mana pun Struktur tabrakan bisa didukung dalam beberapa cara selama ini tidak meningkatkan ketahanan benturannya.

Untuk mendapatkan homologasi FIA, struktur harus mempertahankan deselerasi maksimum di bawah 25 G selama pengujian. Selain itu, kerusakan struktural hanya boleh terjadi di dalam area spesifik yang sudah ditentukan oleh FIA.

Selain tes tersebut, FIA juga melakukan tes tabrak untuk menguji kekuatan kolom kemudi (steering column, tempat jalur/rack dan roda gigi pinion/pinion gear berada). Dalam tes ini, perlambatan tidak boleh melebihi 80 G dengan lebih dari 3 m/d secara kumulatif.

Setelah pengujian, setiap deformasi substansial harus berada di dalam kolom kemudi. Sedangkan mekanisme pelepasan cepat lingkar kemudi (steering wheel) harus tetap berfungsi tanpa masalah.

Setelah masing-masing dan setiap tes ini berhasil diselesaikan serta tidak ada problem mendasar, tim akan menerima lampu hijau dan sasis mereka dinyatakan layak turun di aspal untuk dapat bersaing di kategori tertinggi balap mobil dunia dengan keamanan semaksimal mungkin. 

Standar keselamatan sangat tinggi di F1 membuat survival cell alias monokok Haas VF-20 mampu menyelamatkan nyawa Romain Grosjean dalam kecelakaan mengerikan pada F1 GP Sakhir 2020 lalu.

Standar keselamatan sangat tinggi di F1 membuat survival cell alias monokok Haas VF-20 mampu menyelamatkan nyawa Romain Grosjean dalam kecelakaan mengerikan pada F1 GP Sakhir 2020 lalu.

Foto oleh: Andy Hone / Motorsport Images

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Stoffel Vandoorne Ungkap Alasan Gagal bersama McLaren di F1
Artikel berikutnya Rebut Titel IndyCar, Jalur Ekspres Patricio O’Ward ke F1

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia