Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Analisis

Red Bull Sudah Lama Abaikan Program Pembalap Muda

Kehebatan Max Verstappen serta keputusan Christian Horner dan Helmut Marko memilih Sergio Perez ketimbang mempertahankan Alex Albon bisa mengganggu regenerasi pembalap muda Red Bull Racing.

Alex Albon, Red Bull Racing, and Max Verstappen, Red Bull Racing

Foto oleh: Charles Coates / Motorsport Images

Pada akhir 2004, setelah sembilan tahun di McLaren, David Coulthard mencoba memulai karier dan tantangan baru dengan bergabung ke tim yang baru dibentuk, Red Bull Racing.

Pada 2005 dan 2006, DC – begitu Coulthard biasa disapa – adalah pengasuh dari tiga pembalap muda yang sedang dibesarkan Helmut Marko: Christian Klein, Vitantonio Liuzzi, dan Robert Doornbos.   

Menjelang F1 2006, Red Bull mengembangkan sayap dengan mengakuisisi Tim Minardi F1 dan mengubah namanya menjadi Scuderia Toro Rosso. Tim ini menjadi tempat para pembalap muda berlatih atau mereka yang tidak mendapatkan posisi di Red Bull, seperti Liuzzi.

Pada 2007, datanglah Mark Webber yang sebelumnya memperkuat Williams dua musim. Negosiasi Red Bull dengan pembalap Australia itu diresmikan pada musim gugur 2006 atau 14 tahun lalu.

Setelah Webber bergabung, yang bertahan hingga tujuh tahun, pembalap yang masuk Red Bull adalah mereka yang sebelumnya matang di Toro Rosso (sejak 2020 berganti nama menjadi AlphaTauri).

Tradisi sekalaigus program tersebut baru berhenti saat Sergio Perez masuk, beberapa hari lalu, untuk menjadi rekan setim Max Verstappen pada Kejuaraan Dunia Formula 1 2021. Perez menggantikan Alex Albon yang notabene pembalap binaan Red Bull.

“Kami sangat sulit saat membuat keputusan. Kami ingin melihat Albon berkembang dan tetap bertahan. Namun, kami juga harus mengevaluasi hasil kedua pembalap kami musim lalu (F1 2020). Dari situlah keputusan kami ambil,” ucap Christian Horner, Prinsipal Red Bull.

Baca Juga:

Membela Albon tapi Tidak Peduli Pembalap Muda

Terlepas dari hasil yang bak langit dan bumi dengan Verstappen, memang berat bagi Red Bull saat memutuskan mendepak Albon. Tahun 2019 lalu, Pierre Gasly masih mendapat kesempatan kedua dengan masuk Toro Rosso – digantikan Daniil Kvyat yang promosi – usai rangkaian hasil buruk di Red Bull.

Namun, kali ini Marko sebagai penasihat Red Bull tidak bisa mengulang hal yang sama untuk Albon. Masalah utamanya, tidak ada pembalap dari Red Bull Junior Team yang sesuai dan masuk kritera yang diperlukan Red Bull karena mereka mengincar gelar juara dunia.

“Tidak ada kandidat dari program junior kami yang sesuai dengan kebutuhan tim. Jadi, dengan sangat berat, kami memutuskan meninggalkan program untuk kali pertama sejak 2007,” tutur Horner.

Krisis Bakat Sudah Lama Terjadi

Apakah direkrutnya Perez menandai bakal berakhirnya proyek Red Bull Junior Team? Faktanya, program yang dipimpin Helmut Marko ini tidak mampu menghasilkan pembalap-pembalap hebat dalam beberapa tahun terakhir.

Jangan lupa pula bahwa meskipun pernah tidak ingin merekrut pembalap dari luar pada 2017, Marko juga tak tertarik untuk mengambil pembalap yang pernah dibuangnya seperti Danill Kvyat dan Brandon Hartley.

Atau menarik pembalap seperti Albon, yang usai melewati pembibitan dengan cepat di Red Bull selama musim 2012, justru terkesan diabaikan tanpa alasan.

Albon akhirnya meniti karier sendiri hanya untuk dipanggil Marko pada November 2018, musim saat ia finis di posisi ketiga Formula 2 di belakang George Russell dan Lando Norris.

Saat itu, pembalap seperti Russell, Norris, atau Charles Leclerc, mulai naik ke F1 usai menjalani berbagai seri formula junior dengan dukungan dan arahan dari program pembalap muda pabrikan.

Apakah Verstappen Menyesatkan Pilihan?

Problem Red Bull juga muncul dari kasus Max Verstappen yang menjadi gebrakan besar dan luar biasa dari Marko dan Red Bull, walau juga bisa dibilang unik.

Pembalap asal Belanda itu (baru 16 tahun saat itu) didekati oleh Red Bull dan Mercedes pada awal musim panas 2014. Tepatnya beberapa bulan setelah debutnya dengan mobil kursi tunggal.

Ayah Verstappen, Jos, sangat pandai menarik minat kedua tim hingga kemudian dimenangi Marko dan Red Bull. Marko menang berkat ide gila, berjanji membawa Max langsung ke Formula 1 pada usia 17 tahun. Taruhan yang sangat berisiko tetapi bisa menang besar.

Marko benar-benar tergila-gila dengan Verstappen. Menariknya, Verstappen mampu memenuhi hampir semua ekspektasi Red Bull dan Marko. Setelah memperkuat Toro Rosso sepanjang musim 2015 dan empat balapan awal musim 2016, Red Bull memanggilnya.

Menggantikan Kvyat untuk GP Spanyol 2016, Verstappen mampu menang. Dalam usia 18 tahun dan 228 hari, Verstappen mematahkan rekor pembalap termuda yang mampu memenangi lomba F1 milik Sebastian Vettel.

Max Verstappen, Red Bull Racing, membawa trofi kemenangan GP Abu Dhabi 2020.

Max Verstappen, Red Bull Racing, membawa trofi kemenangan GP Abu Dhabi 2020.

Foto oleh: Glenn Dunbar / Motorsport Images

Rangkaian hasil bagus Verstappen menyebabkan kerugian yang tidak hanya dirasakan oleh Gasly dan Albon. Sebelumnya, karier Carlos Sainz Jr dan Daniel Ricciardo untuk berkembang lebih jauh di Red Bull juga tertutup.

Sejak saat itu, Marko dan Red Bull hanya memikirkan satu misi: mencari pembalap seperti Verstappen lainnya. Misi ini jelas meremehkan – bahkan bisa dibilang membunuh – program pencarian dan pengembangan pembalap muda.

Semua pencari bakat memimpikan bisa mendapatkan pembalap seperti Verstappen. Namun, banyak juga pembalap yang hanya membutuhkan waktu tepat untuk matang. George Russell menjadi contoh paling nyata saat ini.

Jadi jika sejak 2015 hingga kini banyak pembalap berbakat datang ke Formula 1 bersama McLaren, Ferrari, dan Mercedes, Red Bull justru tetap mencari pembalap seperti Max Verstappen.

Red Bull sangat beruntung musim 2020 ini karena pembalap sekaliber Sergio Perez bisa tidak mendapatkan tim usai memutus kontrak dari Racing Point.

Pembalap asal Meksiko itu dikontrak untuk musim 2021. Jika mampu memenuhi target yang diharapkan, masa tinggal Sergio Perez di Red Bull dapat berlanjut. Setidaknya, untuk saat ini impian Red Bull mendapatkan pembalap sekelas Max Verstappen sudah terwujud.

 

 

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Red Bull Racing Raja Pit Stop
Artikel berikutnya Vettel-Hulkenberg Tak Pernah Jadi Opsi Red Bull

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia