Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Special feature

Tsunoda Mesti Tentukan Jalannya Sendiri

Pembalap muda AlphaTauri, Yuki Tsunoda, menghadapi perubahan situasi hingga 180 derajat hanya dalam waktu beberapa bulan. Dari seorang yang digadang-gadang sebagai rising star, kini berubah jadi sosok menjengkelkan.

Yuki Tsunoda, AlphaTauri AT02

Yuki Tsunoda, AlphaTauri AT02

Steven Tee / Motorsport Images

Tsunoda membawa bendera Jepang ke kancah Formula 1 untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun terakhir, setelah Kamui Kobayashi berpisah dengan Caterham pada 2014. Potensinya menonjol ketika berlomba di Formula 2 bersama Carlin. Ia langsung meroket ke peringkat ketiga di tahun debutnya.

Pintu kategori premier terbuka untuknya bersama dua pembalap belia lainnya, Mick Schumacher dan Nikita Mazepin. Mereka otomatis jadi obyek yang dibanding-bandingkan.

Tsunoda beruntung direkrut AlphaTauri yang didukung Honda selaku pemasok mesin. Sedangkan koleganya mendapat mobil paling lambat milik Haas.

Pada duel perdananya di GP Bahrain, Sirkuit Sakhir, ia langsung membetot atensi karena berhasil membawa pulang dua poin. Ia finis di urutan kesembilan. Penonton diam antara terpukau dan terkejut menyaksikan aksi si anak baru.

Tsunoda pun panen pujian, pengikutnya di media sosial  bahkan di media sosial bergaung tagar #Tsunoders untuk mendukung kiprahnya. Ia menatap GP Emilia Romagna, putaran kedua F1 2021, dengan angan-angan tinggi.

“Balapan di Bahrain? Dalam skala 1 sampai 10, saya hanya memberikan nilai 5. Perasaan saya campir aduk mendapatkan poin perdana di F1, tapi yang terpenting membawakan itu untuk tim dan orang-orang Jepang,” ia mengekspresikan kegembiraan.

Baca Juga:

“Pada saat yang sama, saya membidik pencapaian lebih baik. Sangat memungkinkan bagi saya untuk berada di enam besar.”

Di Imola atau Autodromo Enzo e Dino Ferrari, dengan dinding pembatas yang mepet garis lintasan, kesalahan bisa menghancurkan. Ia kembali terhempas di tanah. Pusaran kesialan dimulai dari sana,

Saat kualifikasi pertama, AT02 yang dikemudikan melaju terlalu kencang dan kehilangan kendali. Mobilnya terbentur ke pembatas. Saat balapan, hujan turun  membuat lintasan menjadi sangat licin. Dari belakang, Tsunoda susah payah mengakhiri lomba di posisi ke-12.

“Di Imola, saya membidik posisi sangat tinggi. Sejak latihan bebas, saya berpikir bisa berada di empat besar dalam kualifikasi. Pada akhirnya, saya melakukan banyak kesalahan hanya dalam akhir pekan” tuturnya.

Rapornya masih merah ketika berada di Portimao. Ia masuk ke garis finis dari urutan ke-15. Saat melangkah di GP Spanyol, baru tujuh kali mengitari Montmelo, Tsunoda terpaksa berhenti akibat problem pada mobil.

Perlahan-lahan karakter aslinya terkuak. Tsunoda berapi-api dan tak segan melontarkan kecaman. Ia menganggap tim tak adil dan memberikannya AT02 yang lebih buruk daripada Pierre Gasly.

“Selalu ada umpan balik berbeda dibandingkan teman setim saya juga ketika kami mencoba hal-hal bertolak belakang. Pada titik ini, saya bertanya jika mobil sama. Tentu saja, tapi karakter mesin sangat berbeda,” ia mengecam.

Yuki Tsunoda, AlphaTauri, berjalan di lintasan dengan tim

Yuki Tsunoda, AlphaTauri, berjalan di lintasan dengan tim

Foto oleh: Mark Sutton / Motorsport Images

“Mungkin semua tergantung pada gaya balap berbeda antara kami berdua, tapi saya tidak mengerti apa yang terjadi dank arena banyak menderita.”

Dianggap tak tahu terima kasih pada tim yang mengorbitkannya, Tsunoda pun mendapatkan banyak kritik. Ia berkilah bahwa ungkapannya merupakan ekspresi frustrasi akibat pencapaian kurang memuaskan.

Tsunoda belajar bahwa Formula 1 sangat berat. Mendulang poin dalam rivalitas dengan para pembalap jempolan sangat sulit, tapi ia berhasil melakukannya. Tapi yang paling rumit adalah mempertahankan konsistensi berada di zona poin. Ia belum mampu menjalankannya. Selain itu, F1 butuh pengalaman, kesabaran dan bersikap dingin.

Angan-angan muluk hanya akan berakhir dengan kekecewaan kalau tidak diimbangi teknik mumpuni. Fondasi ada di sana tapi sekarang tinggal bagaimana pemuda tersebut memilih jalannya.

Ia dapat menjadi pembalap berprestasi asalkan dapat membangun struktur solid dari sisi mental. Sikap temperamental mesti dikurangi dan diganti dengan ketenangan. Pembalap kelahiran Sagamihara tersebut juga mesti lebih dekat dan menghormati tim-timnya.

Tsunoda berakhir di level menengah kalau hanya terus mendengung-dengungkan harapannya tanpa diimbangi kerja keras dan sibuk mengeluh serta membandingkan diri.

Yuki Tsunoda, AlphaTauri AT02

Yuki Tsunoda, AlphaTauri AT02

Foto oleh: Steven Tee / Motorsport Images

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Masalah Grip di Monako Buat Alonso Realistis
Artikel berikutnya Perbaikan Sasis Mick Schumacher Bisa Telan Rp7,2 Miliar

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia