Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

Obrolan Garasi #1: Bincang Blak-blakan soal Sulitnya Melahirkan Pembalap Kelas Dunia

Pada bincang-bincang Obrolan Garasi #1 di Motor1.com Indonesia, diulas banyak hal tentang naik-turun olahraga balap roda dua di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir.

Sergio Garcia, GasGas Aspar Team race start

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Dipandu host M. Wahab, Obrolan Garasi edisi perdana ini menghadirkan Direktur Olahraga Off Road Sepeda Motor IMI Eddy Saputra sebagai narasumber untuk membicarakan kegiatan olahraga roda dua di Indonesia, khususnya off road.

Seperti diketahui, akhir pekan lalu (25-26/6/2022) Indonesia menjadi tuan rumah putaran ke-12 Kejuaraan Dunia Motocross 2022. Rocket Motor Circuit di Samota, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sukses melombakan dua kelas, MXGP dan MX2.

Tidak sampai di situ, sebagian besar kroser dunia yang hadir pun memuji karakter dan layout lintasan sepanjang 1.740 meter Rocket Motor Circuit.

Delvintor Alfarizi, Astra Honda Racing Team

Delvintor Alfarizi, Astra Honda Racing Team

Foto oleh: Astra Honda Motor

Sayangnya, para kroser Indonesia yang turun di Samota, belum mampu bicara banyak. Baik itu Farhan Hendro yang turun di kelas MXGP maupun Delvintor Alfarizi di kategori MX2. Minim pengalaman turun di ajang kompetitif, utamanya di luar Indonesia, menjadi salah satu faktor.

Dalam Obrolan Garasi #1, Eddy Saputra menjelaskan seperti apa kondisi sejumlah kejuaraan balap roda dua non-trek aspal di Tanah Air belakangan ini.

Mantan pembalap motor kelas Supersport yang juga pernah beberapa kali menangani tim balap itu pun menjelaskan, untuk mereka yang ingin mengawali karier di motocross, ada ajang sejak dulu sekali sudah ada, grasstrack.

Tunggangan yang dipakai di grasstrack ini merupakan hasil modifikasi dari sepeda motor jenis bebek (underbone) maupun sport. Yang jelas, bukan sepeda motor yang dirancang untuk balap motocross, atau yang selama ini biasa disebut Special Engine (SE).

“Tahun ini paling tidak ada 50-an kejuaraan grasstrack di seluruh Indonesia. Ada grand final­nya juga nanti di Jawa Tengah,” tutur pria yang akrab disapa Pak Haji tersebut.

“Dari situ, jika sudah berprestasi, barulah seorang kroser bisa turun di Kejuaraan Nasional Motocross yang memakai motor-motor SE.”

Sebagai orang yang berpengalaman melahirkan banyak pembalap motor baik off-road (baca: motocross) maupun road race (trek aspal), plus lisensi clerck of the course FIM untuk MotoGP dan World Superbike, Pak Haji tahu benar seperti apa sulitnya meloloskan pembalap Indonesia ke kelas-kelas utama di berbagai kejuaraan dunia.

Mario Suryo Aji, Honda Team Asia

Mario Suryo Aji, Honda Team Asia

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Seperti diketahui, saat ini hanya ada Mario Suryo Aji yang turun di kategori Moto3 pada Kejuaraan Dunia Balap Motor. Beberapa waktu sebelumnya, ada sejumlah pembalap Indonesia yang turun di kejuaraan dunia baik Grand Prix maupun World Superbike.

Menurut Eddy, sejumlah kendala klasik masih dihadapi oleh mereka yang akan berkarier di balap motor. Tidak seperti roda empat, kebanyakan pembalap motor datang keluarga yang biasa-biasa saja. Modal mereka hanya datang dari orangtua.

Mereka praktis harus mengandalkan skill dan teknik untuk mampu bertahan dan jika beruntung direkrut pabrikan. Pak Haji pun selama ini berusaha membantu para pembalap motor ini untuk tetap bisa eksis, dengan mengirim mereka ke sejumlah kejuaraan baik di dalam maupun luar negeri.

Problem lainnya adalah penjenjangan. Saat ini sudah banyak ajang-ajang feeder untuk ke Kejuaraan Dunia Balap Motor, sebut saja FIM Junior dan Red Bull Rookies Cup.

Baca Juga:

Faktanya, tetap saja sulit bagi Indonesia untuk meloloskan pembalap ke sana, utamanya ke kelas MotoGP. Belum lagi bicara soal mentalitas. Pembalap Indonesia cenderung berorientasi pada materi. Jika sudah dikontrak besar, mereka merasa nyaman saja.

Pada 2015, Eddy Saputra mendapat kepercayaan Yamaha Jepang untuk menjalankan tim balap. Ia pun memilih pembalap asal Malaysia karena dinilai memiliki etos kerja lebih bagus.

“Kontrak mereka memang tidak besar. Tetapi iming-iming bonus jika menang atau finis bagus di setiap seri, membuat mereka tampil gila-gilaan,” tutur Eddy.

Pun begitu, Eddy mengaku problem mengorbitkan pembalap Indonesia ini menjadi PR bukan hanya bagi dirinya sebagai pengurus IMI tetapi juga seluruh stakeholder di balap motor.

Untuk mengetahui bincang-bincang Motor1.com Indonesia selengkapnya dengan Eddy Saputra dalam Obrolan Garasi, bisa diklik link YouTube di bawah naskah ini.

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Dorna Sports-Motorsport Network Luncurkan Survei Fan Global MotoGP
Artikel berikutnya David Coulthard Berambisi Bawa Pembalap Wanita ke F1

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia