Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Special feature

Insting, Pembelajaran dan Analisa Karakter, Landasan Sukses Aki Ajo

Ajo Motorsport terus memperbaiki reputasi sebagai produsen pembalap motor andal. Dalam dua dekade, mereka sudah mencapai kemenangan ke-100.

Raul Fernandez, Red Bull KTM Ajo, Remy Gardner, Red Bull KTM Ajo

Raul Fernandez, Red Bull KTM Ajo, Remy Gardner, Red Bull KTM Ajo

Gold and Goose / Motorsport Images

Kemenangan itu dipersembahkan Raul Fernandez dalam Moto2 Austria, Red Bull Ring. Ia mengalahkan Ai Ogura dan Augusto Fernandez.

Berkutat di Moto3 sejak musim 2016 bersama MH6 Team, Fernandez termasuk pembalap papan bawah. Ia terikat dengan Red Bull KTM Ajo pada 2018, kemudian memperkuat Aspar Team setahun berikutnya.

Baru tahun lalu, pemuda 20 tahun tersebut membela skuad milik Aki Ajo secara penuh. Prestasinya langsung meroket ke papan tengah. Insting Ajo berkata agar memberi Fernandez kesempatan tampil di Moto2.

Benar saja, performanya moncer di kelas menengah. Hanya butuh dua kali percobaan untuk naik podium, hebatnya pada putaran ketiga, Fernandez menang di Portugal. Sejak saat itu, ia menjadi penantang rekan setimnya, Remy Gardner, dalam perburuan gelar.

Keduanya bakal mencicipi atmosfer MotoGP. Fernandez dan Gardner adalah salah satu potret sukses jebolan ‘sekolah’ Ajo.

Berbeda dengan para pembalap Finlandia yang kebanyakan berkecimpung dalam balapan kendaraan roda empat, Ajo memilih jalur yang langka, motor. Sayangnya, kariernya terpaksa berhenti pada 1996 akibat kecelakaan, yang membuat kakinya patah.

Baca Juga:

Ketika kiprahnya di lintasan berakhir, Ajo ingin memberi kesempatan kepada para pembalap untuk berhenti. Ia mendirikan tim Ajo Motorsport, lalu merintis dari kawasan Skandinavia lalu naik ke Eropa.

Banyak pengorbanan berupa tenaga, waktu dan dana dikeluarkan. Empat tahun kemudian, skuad tersebut mencoba peruntungan di kejuaraan dunia. Kala itu, namanya mendompleng Honda, Red Devil Honda.

Untuk berhemat, mereka menggandeng Mika Kalio, putra teman Ajo, yang masuk ke kelas 125cc sebagai wildcard. Debut terjadi di Sachsenring 2001. Pembalap itu dipertahankan untuk tampil secara penuh musim 2002.

Proyek rintisan tersebut membuatnya puas karena Kalio dapat penghargaan ‘Rookie of the Year’. Terlepas adanya kesulitan finansial, ia pun memutuskan untuk fokus pada kelas 125cc dan serius menjaring talenta belia. Selain dari rekomendasi manajer pembalap, ia juga selalu mengecek sendiri

“Hal pertama yang saya lihat adalah kecepatan mentah, lalu bagaimana gaya balap dan cara berkendara. Paddock dunia yang kecil, jadi kami kenal satu sama lain. Saya mendengar dan melihat banyak hal, jadi itu mempermudah mempelajari pembalap,” katanya, dikutip dari situs Red Bull.

“Saya bicara dengan mereka, mengikuti berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Itu seperti proses pembelajaran. Jika Anda tertarik, mungkin akan membantu mereka belajar dan memahami sikapnya sendiri. Ini sangat penting.”

Pada 2003, Kalio bukan lagi rider tunggal karena Ajo merekrut Masao Azuma, Hiroyuki Kikuchi dan Andrea Ballerini. Rivalitas internal mengerek prestasi tim.

Kemenangan perdana didapat tahun itu di GP Australia atas nama Ballerini. Ajo Motorsport berhasil finis nomor 1 dan 2 kala itu, di mana Azuma jadi runner-up.

Setelah jatuh bangun cukup lama, nama mereka kembali terangkat di kancah balap motor dunia. Pada 2008, titel juara dunia 125 cc jatuh ke pangkuan tim Aki Ajo, dipersembahkan Mike Di Meglio.

Sukses tersebut diulang oleh Marc Marquez belia dua tahun kemudian. Saat itu, Ajo sudah bergandengan dengan Red Bull. Kolaborasi mereka berlanjut hingga sekarang. Sandro Cortesse memberikan mereka gelar juara Moto3 2012.

“Marc istimewa, boleh dibilang istimewa. Kami lihat setahun sebelumnya, tidak semua berfungsi baginya. Dia tidak butuh tim terbaik dan bisa menang. Pengalaman luar biasa bekerja dengannya. Kami berguru pada pemuda 17 tahun. Marc, ketika Anda bicara dengannya, itu seperti bicara dengan pria 40 tahun tapi dia masih normal,” Ajo mengenang.

Jack Miller, Pramac Racing, Aki Ajo

Jack Miller, Pramac Racing, Aki Ajo

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Hampir 15 tahun malang melintang di kelas bawah, Ajo Motorsport mulai melebarkan sayap ke Moto2 pada 2015 dengan Johann Zarco sebagai tumpuan. Sang debutan ternyata mampu menjawab tantangan dengan titel prestisius. Bahkan, ia mempertahankan gelar tersebut musim berikutnya.

Sementara, euforia tim bertambah karena Brad Binder juga menyegel juara dunia Moto3 2016. Aliansi Red Bull-Ajo makin kuat dengan dukungan KTM. Gelar juara tim untuk pertama kali ditaklukkan pada 2018, berkat performa mengagumkan duo Binder dan Miguel Oliveira, yang finis tiga besar.

Tak puas bermain di Moto2 dan Moto3, mereka pun merambah MotoE. Pembalapnya, Niki Tulii, mencetak sejarah dengan memenangi edisi perdana balap motor listrik. Dominique Aegerter yang cukup berhasil di ajang tersebut pernah jadi anak didik Ajo.

Harapan untuk meraih banyak kemenangan sekaligus mendongkrak reputasi terbuka lebar ketika tampil dalam banyak kompetisi. Selama 20 tahun, ‘sekolah’ Ajo telah meluluskan banyak pembalap andal. Beberapa di antaranya menghiasai grid musim ini. Tak hanya Marquez, Zarco, Binder dan Oliveira, Jack Miller juga alumni.

Melihat keberhasilan tersebut, Ajo dan keluarganya makin mantap menjalankan misi mencari bakat dan pengembangan rider muda.

“Sangat penting memotivasi para pembalap muda. Kadang, Anda bisa keras kepada mereka, di saat yang sama merangkul mereka. Anda harus mendukung tapi juga sangat jujur kepada mereka. Pekerjaan kami sebagai tim dan manajer, mencoba mengarahkan ke jalur tepat.

“Hal pertama yang Anda lakukan, mempelajari orang dan pembalap. Anda harus melakukan dengan cepat agar bisa menganalisis dan memahami apa yang bagus dan penting baginya setiap saat,” Ajo menerangkan.

“Para pembalap muda harus lebih cerdas memilah mana yang bagus atau buruk untuk mereka. Mereka perlu didampingi orang-orang dengan pengalaman dan ide jelas…Ini sangat penting karena pada akhirnya, itu adalah kerja sama tim. Pembalap harus berbakat, punya minat besar tapi juga didampingi orang-orang yang tepat.”

Aki Ajo, Remy Gardner, Red Bull KTM Ajo

Aki Ajo, Remy Gardner, Red Bull KTM Ajo

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Hasil FP2 Moto2 Inggris: Fernandez Tercepat, Navarro Stabil
Artikel berikutnya Hasil FP3 Moto2 Inggris: Aron Canet Melesat dari P14 ke P1

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia