Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

5 Hal Catatan Krusial Usai MotoGP Jepang

Hasil MotoGP Jepang tidak bagus untuk dua kandidat juara dunia tetapi cukup menguntungkan bagi sang juara bertahan yang juga pemimpin klasemen, Fabio Quartararo.

Jack Miller, Ducati Team, Brad Binder, Red Bull KTM Factory Racing, Jorge Martin, Pramac Racing podium

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Tim Ducati Lenovo mungkin bingung bagaimana menyikapi hasil Grand Prix Jepang. Andalan mereka untuk bersaing merebut gelar, Francesco Bagnaia, tidak mampu menyelesaikan balapan karena crash pada lap terakhir.

Tetapi di sisi lain, rekan setim Bagnaia, Jack Miller, mampu mendominasi balapan di Sirkuit Mobility Resort Motegi yang berlangsung pada Minggu (25/9/2022) siang.

Enea Bastianini (Gresini Racing) juga tidak mampu berbuat banyak dan hanya finis P9, tepat di bawah Quartararo (Monster Energy Yamaha MotoGP).

El Diablo tambah di atas angin karena salah satu rival beratnya Aleix Espargaro (Aprilia Racing) juga tidak mampu merebut poin (karena finis P16) akibat terkendala teknis sejak awal.

Dengan hanya empat balapan tersisa dan maksimal 100 poin yang bisa diperebutkan, persaingan perburuan gelar juara dunia MotoGP bakal kian panas. Berikut lima hal krusial yang patut dicatat dari hasil dan situasi lomba GP Jepang.

Baca Juga:

Kesulitan Teknis Membuat Bagnaia “Terobsesi” dan Salah Perhitungan

Bagnaia hanya mampu menempati grid start ke-12 setelah kualifikasi GP Jepang. Karena pesaing terberatnya, Quartararo, memiliki posisi start lebih baik (ke-9), pembalap asal Italia itu pun tidak memiliki banyak pilihan dan harus merangsek ke depan sejak awal.

Ternyata, saat balapan dirinya juga mengalami masalah teknis serius pada ban. “Saya dibuat pusing oleh traksi karena hanya bagus saat pengereman. Tetapi hal itu berimplikasi pada naiknya suhu ban depan. Butuh waktu lama bagi saya untuk mendinginkannya,” ucap Bagnaia seperti dikutip Sky Sport, setelah lomba GP Jepang.

Harus cepat ke depan membuat Bagnaia harus bersaing dulu dengan Bastianini, yang tidak peduli soal team order. Bagnaia terlihat membaik pada lap-lap akhir.

“Saya lalu berambisi melibas Quartararo secepat mungkin lalu mencoba mengejar (Maverick) Vinales. Kasus ini menyadarkan sampai di mana batas saya,” ucap Bagnaia.

“Obsesi” Bagnaia untuk melewati Quartararo membuatnya lupa pada perhitungan. Ia pun terjatuh di lap terakhir, saat berusaha melewati Quartararo untuk posisi kedelapan. Sebuah upaya berisiko karena beda poin antara finis P8 dan P9 hanya satu.    

Francesco Bagnaia, Ducati Team, usai kecelakaan di lap terakhir MotoGP Jepang.

Francesco Bagnaia, Ducati Team, usai kecelakaan di lap terakhir MotoGP Jepang.

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Kealpaan Teknisi Sistem Elektronik Aprilia

Untuk menghemat bahan bakar, para insinyur memakai panduan yang disebut eco lap saat formation lap, yang harus dimatikan saat pembalap dan motor kembali ke grid. Jika lupa dimatikan, kecepatan maksimal motor hanya akan ada di angka 80 km/jam.

Celakanya, teknisi yang bertanggung jawab lupa mematikannya Aleix Espargaro baru menyadari saat akan memulai warm-up lap. Ia pun harus kembali ke pit untuk berganti motor kedua, yang belum dipakainya sepanjang akhir pekan dengan hanya ban belakang yang dipanaskan.

Ketenangan Luar Biasa Brad Binder

Sebelum lomba, banyak yang bertanya-tanya apa yang mampu dilakukan Brad Binder (Red Bull KTM Factory Racing) saat berhasil start dari baris terdepan (grid ketiga). Hasil finis kedua di Motegi sudah menjadi jawaban cukup dari pembalap asal Afrika Selatan itu.

Binder terlihat sabar mengendalikan KTM RC16 di belakang dua Ducati Desmosedici GP22 geberan Miller dan Jorge Martin (Prima Pramac Racing).

Brad Binder, Red Bull KTM Factory Racing

Brad Binder, Red Bull KTM Factory Racing

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Ia memakai lap-lap awal untuk menganalisis dan memahami apakah hal yang dilakukannya lebih buruk atau tidak dibanding pembalap di depannya.

Saat sejumlah pembalap lain menyebut Binder pantas berada di lima besar kelas MotoGP, apa yang mereka katakan bisa dilihat dari hasil lomba sepreti di GP Jepang ini.

Quartararo Bertahan Sangat Baik

Tahu benar bila motor Bagnaia jauh lebih kencang dan bertenaga daripada motornya, Fabio Quartararo mulai mencoba memperlebar gap, salah satu yang paling ampuh adalah melakukan late braking semaksimal mungkin.

Dengan taktik tersebut, Quartararo hanya berpikir paling tidak ia mampu finis satu poin lebih banyak, saat dikejar Bagnaia, sebelum pembalap Italia itu terjatuh pada lap terakhir.

Ban Belakang Keras

Para pembalap yang memakai ban belakang keras (hard) saat balapan terbukti memiliki keuntungan jauh lebih besar. Menariknya, ada sejumlah pembalap, yang sebenarnya sama sekali belum menguji ban tersebut sepanjang akhir pekan GP Jepang, namun berani memakainya untuk race.

Para pembalap seperti Jack Miller yang memenangi lomba, lalu Jorge Martin dan Maverick Vinales terlihat tenang di lintasan. Meskipun, keputusan mereka ini tidak sepenuhnya bisa dibilang perjudian, tetapi lebih ke pengenalan yang baik terhadap karakter ban dan motor.

  

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Marc Marquez Sudah Bisa Menyerang Tanpa Kesakitan
Artikel berikutnya Fabio Quartararo Frustrasi Tak Bisa Menyalip di Motegi

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia