Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Wawancara

Lorenzo: Transisi dari 250cc lebih mudah ketimbang Ducati

Jorge Lorenzo mengungkapkan, bahwa peralihan motor 250cc ke MotoGP lebih mudah dibanding kepindahan dari Yamaha ke Ducati.

Jorge Lorenzo

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Diiming-imingi bayaran gaji tinggi, X-Fuera memutuskan bergabung dengan Ducati pada 2017. Akan tetapi, kolaborasi kedua belah pihak tak berlangsung lama. Belum genap dua musim memperkuat pabrikan Italia, Lorenzo hijrah ke Honda, sedangkan Ducati menggaet Danilo Petrucci.

Yang menarik, usai resmi menandatangani kontrak berdurasi dua tahun bersama pabrikan sayap tunggal, pembalap Spanyol itu justru mampu memetik tiga kemenangan – juga mencetak empat kali pole position – untuk Ducati.

Dalam wawancara eksklusif kepada Motorsport.com, Lorenzo bicara soal betapa sulitnya beradaptasi dengan Desmosedici GP18 setelah sembilan musim mengendarai Yamaha. Ia mengklaim, peralihan dari kelas 250cc ke MotoGP pada 2008 justru merupakan transisi yang lebih mudah.

Baca Juga:

“Saya selalu di sana. Saya punya talenta untuk cepat di atas motor dan terutama karena, katakanlah, saya adalah spons. Saya banyak bekerja dan jika ada yang tidak berfungsi, saya bekerja dua kali lebih keras,” tuturnya.

“Dengan Yamaha, saya hampir tidak menyentuh rem belakang, dan saya melepaskan rem depan lebih cepat untuk meningkatkan kecepatan saya di tikungan.

“Dengan Ducati, itu benar-benar kebalikannya: Anda mendapatkan waktu di titik pengereman, memblokir roda belakang pada saat-saat terakhir dan masuk menyilang, mengambil manfaat dari akselerasi saat keluar (tikungan).

“Bagi saya, itu seperti mengubah kategori. Saya akan katakan, bahwa pindah dari Aprilia 250cc ke Yamaha MotoGP kurang dramatis daripada kedatangan saya ke Ducati.

“Aprilia kurang gugup dibanding Ducati, yang sempurna untuk gaya saya. Motor Ducati berlawanan dengan saya dan itulah mengapa saya terkejut ketika pertama kali mencobanya.

“Tapi saya bersikeras, saya selalu di sana. Saya hidup dalam 125cc, kemudian pada 250cc dan juga di MotoGP. Masalahnya adalah beberapa orang mengira saya akan menjadi juara (dunia) dengan Ducati pada tahun pertama.

“Lagipula, ada (Marc) Marquez di depan, yang telah membalap dengan Honda selama lima tahun pada waktu itu,” papar Lorenzo.

Walau mengaku dirinya meremehkan perihal apa yang diperlukan untuk kompetitif bersama Ducati, ia menggarisbawahi satu-satunya gelar juara MotoGP, serta satu-satunya – yang dipersembahkan Casey Stoner pada 2007 – datang dalam keadaan tidak biasa.

“Saya pikir akan lebih cepat dari awal dan (ternyata) tidak seperti itu,” ucap Lorenzo.

“Tapi juga benar Ducati hanya memenangi satu titel sepanjang sejarahnya dan itu pada tahun tertentu: mereka memakai ban Bridgestone dan memiliki 30 tenaga kuda lebih dari yang lain.

“Stoner adalah pembalap top, dan setelah 2007 dia terus memenangi balapan, namun itu tidak sama,” pungkasnya.

Jorge Lorenzo, Ducati Team
Jorge Lorenzo, Yamaha Factory Racing
Jorge Lorenzo, Movistar Yamaha MotoGP
Jorge Lorenzo, Ducati Team
Jorge Lorenzo, Ducati Team
Jorge Lorenzo, Ducati Team
Jorge Lorenzo, Ducati Team
Casey Stoner, Ducati Team
2007 MotoGP champion Casey Stoner celebrates
Celebrations at Ducati: 2007 MotoGP champion Casey Stoner and race winner Loris Capirossi celebrate
10

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Misi balas dendam Dovizioso kepada Marquez
Artikel berikutnya Lorenzo masih ragu turun balapan

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia