Mantan Bos Ducati dan Honda Sebut Quartararo Terkuat Saat Ini

SHARK Grand Prix de France, Minggu (16/5/2021) lalu, tidak hanya menjadi balapan flag-to-flag pertama di MotoGP dalam empat tahun terakhir. Namun, cuaca yang tidak pasti hingga pembalap dipusingkan dengan prosedur pergantian motor itu menghasilkan situasi persaingan yang lebih ketat di klasemen.

Dengan ketenangan dan perhitungan yang matang, Jack Miller (Ducati Lenovo) mampu memenangi balapan GP Prancis di Sirkuit Bugatti, Le Mans, tersebut.

Dengan kemenangan tersebut, Miller menyamai torehan Casey Stoner sebagai pembalap Australia pertama sejak 2012 (Spanyol, Portugal) yang mampu memenangi dua balapan beruntun kelas MotoGP.     

Dua pembalap tuan rumah, Johann Zarco (Pramac Racing) dan Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha MotoGP) masing-masing berhasil finis di posisi kedua dan ketiga.

Fabio Quartararo, Yamaha Factory Racing Jack Miller, Ducati Team

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Hasil tersebut membuat Quartararo mampu menggeser Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo) dari puncak klasemen. Namun, keberhasilan Bagnaia finis P4 di Le Mans membuatnya hanya turun satu tingkat dengan terpaut satu poin dari Quartararo.

Dua kemenangan beruntun yang masing-masing direbut Miller (Spanyol, Prancis) dan Quartararo (Doha, Portugal), serta performa Bagnaia dan dan Zarco yang konsisten membuat empat besar – Quartararo, Bagnaia, Zarco, Miller – kini hanya dipisahkan 16 poin.

Saat ini, Ducati sangat menyukai performa Bagnaia dan Miller yang baru bergabung dengan tim pabrikan. Hal itu diakui mantan Manajer Ducati Livio Suppo.

“Hubungan harmonis Ducati dengan kedua pembalapnya itulah yang menjadi perbedaan mereka saat ini. Dari luar, mungkin mudah untuk menilai dan mengkritik,” ucap Suppo yang memutuskan meninggalkan Ducati untuk bergabung ke Honda pada 2010.

“Namun di MotoGP saat ini, saat level persaingan dan pengembangan teknologi naik drastis, kepercayaan diri pembalap menjadi kondisi terbaik untuk menang.

“Dengan kondisi yang tepat, ia akan mampu memangkas sepersekian detik waktu per lap. Jika itu terjadi, pembalap juga bakal bisa konsisten start di dua barisan terdepan.”  

Suppo adalah salah satu sosok di balik keberhasilan Casey Stoner menjadi juara dunia MotoGP pada 2007 bersama Ducati. Ia juga yang memboyong Stoner ke Honda untuk kemudian kembali juara pada 2011, gelar pertama HRC sejak Nicky Hayden pada 2006.

Pria asal Italia, 56 tahun, itu ikut pula yang merasakan sukses saat Marc Marquez menjadi juara dunia MotoGP pada 2013, 2014, 2016, dan 2017.

Karena itu, tidak heran bila Livio Suppo sangat paham betul seperti apa ciri-ciri pembalap maupun tim yang mampu memenangi gelar juara dunia MotoGP. Menurutnya, Ducati memiliki peluang untuk merebut trofi tahun ini.

“Sejauh ini, saya melihat hasil Ducati sangat positif. Tetapi saya harus objektif. Quartararo sejatinya berpotensi memenangi empat dari lima balapan awal musim ini,” kata Suppo yang mundur dari Tim Repsol Honda pada November 2017.

“Di Jerez, jika tidak mengalami cedera pada lengan bawah (arm pump), ia yang akan menang. Di Le Mans, jika lomba berlangsung dalam kondisi normal (lintasan kering), akan sulit bagi pembalap lain untuk mengalahkannya.

“Namun untuk saat ini Quartararo masih sedikit lebih kuat. Dua kali balapan di Spielberg nanti (Styria dan Austria) akan menjadi keuntungan bagi Ducati. Mereka memiliki tiga pembalap kuat yang bisa mengambil banyak poin dari Quartararo,” kata Livio Suppo.