Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

Morbidelli Tergila-gila Sepak Bola dan Basket

Franco Morbidelli merupakan penggila olahraga sejak kecil. Sebelum menekuni balap motor secara serius, runner-up MotoGP 2020 itu mencicipi berbagai jenis olahraga.

Franco Morbidelli, Petronas Yamaha SRT

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Kisah pembalap Petronas SRT tersebut diangkat dalam dokumenter berjudul ‘Franky’s Cave’. Morbidelli yang kini sedang dalam pemulihan pascaoperasi lutut kiri, membahas tentang masa lalu dan perjalanannya.

Murid sekaligus rekan setim Valentino Rossi tersebut masih memelihara kesukaan terhadap cabang olahraga lain, meski kini lebih banyak jadi penonton. Memiliki darah Italia dan Belanda, ia tergila-gila dengan sepak bola.

“Jika saya mesti menjelaskan siapa saya, saya akan berkata, ‘Saya atlet motor yang bersemangat’, saya menyukai semua yang berhubungan dengan motorsport dan tidak hanya itu, saya suka olahraga secara umum,” ujarnya dikutip dari Sportweek.com.

“Saya mengikuti berbagai olahraga. Saya sangat suka sepak bola dan basket, NBA dan EuroBasket. Juga olahraga kurang terkenal, saya tak mengatakan penggemar berat curling, tapi kadang menontonnya.”

Pembalap 26 tahun itu mengampanyekan pentingnya berolahraga kepada pera penggemar dan penonton dokumenternya.

“Menurut saya, olahraga mendefinisikan Anda sebagai seorang manusia. Dia banyak mengajar kepada Anda. Anda selalu mendengar bahwa olahraga adalah sekolah kehidupan, terutama ketika Anda melakoni olahraga yang sangat Anda gemari. Itu mendefinisikan bagian besar dari kepribadian Anda dan hidup Anda,” katanya.

Baca Juga:

“Tapi meski Anda tidak merasa penting melakukan olahraga secara serius, seperti yang saya lakukan, meski hanya sekadar gairah, itu tetap membentu Anda dengan intensitas sama. Contohnya, ketika Anda bermain sepak bola dengan teman-teman sekali seminggu atau sekali sebulan, dalam berbagai hal, mereka memberi cap kepada Anda,” ia mengungkapkan.

“Ini akan Anda bawa dalam hidup Anda. Apa kabar Anda, bagaimana reaksi Anda dalam situasi tertentu…Opini saya, olahraga memberi eksistensi Anda.

“Olahraga mengajarkan Anda untuk mendorong batas, menantang diri sendiri, melepaskan diri dari pola yang mungkin dikatakan seseorang kepada Anda untuk bebas dan merasakan apa yang diinginkan. Olahraga mengajarkan Anda ini dan banyak hal lainnya.”

Demi bisa jadi pembalap, Morbidelli dan keluarganya berkorban. Mereka pindah dari Roma, yang modern dan ramai, ke sebuah kota kecil, Babbucce, yang berada di Tavullia. Dia mudah beradaptasi dan kini menyukai kehidupan di sana.

“Saya orang sederhana yang lahir di kota besar seperti Roma, tapi kemudian pindah ke kota yang sangat kecil. Saya suka hal-hal kecil seperti jalan-jalan dengan teman atau bermain sepak bola, yang penting bersama-sama mereka,” ia mengungkapkan.

“Saya suka tinggal di sudut saya, zona nyaman saya. Saya orang yang tenang, mencari ketenangan dan keheningan. Tapi kadang saya juga temperamental. Motor seolah menjadi milik saya, tepatnya sejak saya lahir.”

Franco Morbidelli, Petronas Yamaha SRT

Franco Morbidelli, Petronas Yamaha SRT

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Balap motor memiliki risiko tinggi dan menguras adrenalin. Pemenang MotoGP tiga kali menjelaskan alasannya menyukai olahraga tersebut.

“Motor adalah olahraga yang dengan sendirinya memberi Anda adrenalin luar biasa. Ini tidak diperlukan untuk balapan. Naik motor, berkendara kencang di jalur lurus dan mencoba untuk menikung secepat mungkin akan memberi Anda adrenaline rush,” katanya.

“Tapi motor punya daya tarik sangat spesial karena itu membuat kebisingan, mekanis, Anda duduk di atas itu…Hampir seperti Anda ksatria di era modern.”

Morbidelli mengutarakan pandangan soal bahaya besar yang timbul dalam MotoGP.

“Dari luar, bahaya mungkin elemen yang membuat daya tarik lebih besar, tapi tidak bagi saya. Bahaya adalah salah satu kelemahan motorsport. Sayangnya, itu berbahaya,” ia menuturkan.

“Pada era 1970-an atau ’80-an, ketika trek jauh berbahaya, semua situasi lebih keras dan kostum pelindung dan teknologi di sekitar pembalap bahkan tak terlalu canggih. Saya tak tahu apakah saya mau jadi pembalap.

“Saya beruntung lahir di era ini di mana standar keamanan sangat tinggi. Karena ketika saya jatuh, biasanya sangat menyakitkan, tapi saya masih mau dan bisa naik memanjat lagi dengan intensitas dan gairah sama seperti sebelumnya, tanpa merasa ketakutan.”

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Oliveira Belum Mau Keluar dari Persaingan Juara
Artikel berikutnya Avintia Puas dengan Rapor Paruh Musim Bastianini-Marini

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia