Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia

12 Pembalap Hebat yang Tak Pernah Rasakan Titel

Balapan adalah tentang talenta dan keuletan, ada juga keberuntungan yang memainkan peran besar dalam karier setiap pembalap, tapi tak sedikit yang tak pernah menjadi juara dunia.

Race start

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Kejuaraan dunia layaknya sebuah tempat seleksi, di mana seorang pembalap bisa menjadi bintang dan lainnya tenggelam, meski memiliki talenta besar dalam dirinya.

Kerja keras bisa faktor utama kesuksesan seorang pembalap, selain talenta yang dimilikinya. Tapi, keberuntungan juga dapat bekerja dengan caranya sendiri.

Banyak orang juga mengatakan seorang pembalap hebat yang gagal meraih trofi berada di era yang salah, di mana ada banyak nama-nama besar yang juga mampu memperjuangkan titel.

Ini bukan hanya membuat pekerjaan mereka lebih sulit, tapi juga tim yang menaunginya harus bisa menandingi level dari para rivalnya.

Motorsport.com Indonesia coba merangkum 12 pembalap hebat yang tak pernah merasakan gelar juara dunia.

1. Dani Pedrosa (2006-2018)

Dani Pedrosa, Repsol Honda Team dan Casey Stoner, Repsol Honda Team

Dani Pedrosa, Repsol Honda Team dan Casey Stoner, Repsol Honda Team

Foto oleh: Repsol Media

Dani Pedrosa adalah salah satu nama yang tak pernah bisa dihapus dalam daftar pembalap hebat yang belum pernah menjadi juara dunia.

Bukannya tak mampu, rider asal Spanyol itu memiliki pandangan dan arah yang jelas tentang apa yang akan dilakukannya. Bahkan, Pedrosa seseorang yang pandai dalam mengembangkan sebuah motor.

Sebelum naik ke MotoGP, Dani Pedrosa menjadi juara dunia 125cc pada 2003, lalu meraih dua titel di kelas 250cc pada 2004 dan 2005. Ini membuat Repsol Honda mempromosikannya ke MotoGP pada 2006.

Pedrosa hanya membutuhkan empat balapan untuk naik ke podium tertinggi, yang membuktikan bahwa dirinya memiliki level yang tinggi. Setidaknya, selama bersama Honda, Pedrosa meraih minimal satu kemenangan setiap tahunnya.

Sayangnya saat naik kelas, nama-nama besar masih ada di MotoGP dan Pedrosa harus keluar dari persaingan gelar. Selain itu, ia juga naik ke MotoGP bersamaan dengan Casey Stoner, seorang pembalap bertalenta besar.

Selama 13 tahun di MotoGP, Pedrosa tak cuma bersaing dengan Rossi, dan Stoner, tapi juga Jorge Lorenzo, hingga Marc Marquez. Bahkan, legenda MotoGP, Mick Doohan, menyebutnya sangat sial.

Menurut juara dunia lima kali kelas 500cc itu, Dani Pedrosa memiliki kapasitas dan layak disejajarkan dngan keempat kampiun MotoGP tersebut.

Hal ini dibuktikan dengan tiga kali Pedrosa nyaris menyabet gelar juara dunia MotoGP, yakni pada 2007, 2010, dan 2012. Tapi, ia harus mengakui keunggulan Casey Stoner dan Jorge Lorenzo.

2. Max Biaggi (1998-2005)

Max Biaggi, Yamaha

Max Biaggi, Yamaha

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Max Baggi merupakan seorang pembalap dengan nama besar, bahkan sebelum dirinya naik ke kelas premier pada 2002.

Pasalnya, pembalap asal Italia itu menjadi juara dunia kelas 250cc dalam empat musim beruntun pada 1994 sampai 1997. Wajar saja banyak orang yang berekspektasi tinggi ketika ia dipromosikan ke kelas 500cc.

Sayang, kala itu masih ada Mick Doohan yang superior dalam menggeber tunggangannya, selain itu ada Valentino Rossi yang tampil sangat inpresif.

Saat era MotoGP, penampilan Max Biaggi juga sangat konsisten, baik bersama Yamaha maupun Honda. Ini yang membuat banyak orang menilai bahwa pembalap berjuluk The Roman Emperor itu hanya kurang beruntung.

Sepanjang kariernya di kelas premier, Biaggi hanya mampu mendapatkan 13 kemenangan dari 58 podium yang dikumpulkan dalam 127 kali balapan. Posisi terbaiknya dalam klasemen akhir adalah urutan kelima pada musim 2005.

3. Randy Mamola (1979-1992)

Randy Mamola

Randy Mamola

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Berada di posisi runner-up dalam klasemen akhir sebanyak empat kali antara 1980 dan 1987, tampaknya hanya masalah bagi Randy Mamola untuk menambahkan titel dalam lemari trofinya, tetapi itu tidak pernah terjadi.

Mamola tampil cukup bagus karirnya di kelas 500cc, dengan meraih lima kemenangan bersama Suzuki, empat kali bersama Honda, dan empat podium tertinggi dengan Yamaha.

Tetapi, Mamola berada di kejuaraan saat olahraga ini memiliki banyak superstar dan tidak cukup tahun untuk masing-masing dari mereka yang bisa dikatakan layak untuk mendapatkan gelar.

Roberts, Spencer, dan Lawson bersaing dalam periode yang sama, dengan masing-masing mendapatkan banyak gelar, ditambah Gardner dan Mamola bisa bersaing di barisan depan.

Pada musim 1992, ketika dia pensiun, era baru para bintang seperti Rainey, Schwantz, Doohan dan lainnya baru bisa meraih titel. Ini menandakan betapa keras dan ketatnya persaingan di era Randy Mamola.

4. Sete Gibernau (2002-2006, 2009)

Sete Gibernau, Honda

Sete Gibernau, Honda

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Sete Gibernau merupakan sosok pembalap berpengalaman saat era MotoGP dimulai, karena ia sudah tampil di kelas 500cc sejak 1997.

Nama Gibernau mulai mencuat ketika Honda merekrutnya pada 2003, meski hanya mampu finis di posisi ke-16 bersama Suzuki di musim sebelumnya.

Tapi, pembalap asal Spanyol itu membuktikan kualitasnya dengan menjadi rival utama Valentino Rossi selama periode 2003-2005. Ia kerap kali memaksa The Doctor bekerja keras hanya untuk mendapatkan podium.

Namun, apa yang diberikan Sete Gibernau belum cukup untuk membuatnya merebut gelar juara dunia MotoGP dari Rossi yang tampil impresif bersama Yamaha.

Kekalahan ini membuat rider Spanyol mengklaim bahwa dirinya tak memiliki senjata yang memadai karena hanya berada di tim satelit, berbeda dengan Rossi yang memperkuat tim pabrikan.

5. Loris Capirossi (1995-1997, 2000-2011)

Loris Capirossi

Loris Capirossi

Foto oleh: Ducati Corse

Dengan dua gelar 125cc dan satu di kelas 250cc, membuat Loris Capirossi diharapkan mencapai kesuksesan ketika naik ke kelas 500cc pada 2000.

Performanya tidak mengecewakan, karena berhasil meraih kemenangan pertama hanya dalam enam balapan, ini membuat namanya besar dan dianggap sebagai pahlawan di negara asalnya, Italia.

Tetapi, Max Biaggi tak bisa langsung menunjukkan performa impresif ketika kejuaraan beralih ke era motor empat tak, dan ia harus beradaptasi.

Ketika bergabung dengan Ducati pada 2003, Capirossi baru bisa menemukan kembali bentuk terbaiknya dengan mengakhiri musim di posisi ketiga dalam klasemen.

Pada musim 2006, Loris Capirossi berhasil meraih tiga kemenangan, itu tidak cukup untuk mengejar raihan poin Nicky Hayden yang keluar sebagai juara dunia. 

6. Marco Melandri (2003-2010, 2015)

Marco Melandri

Marco Melandri

Foto oleh: Gresini Racing

Marco Melandri dipromosikan ke MotoGP pada 2003 dengan membawa status sebagai juara dunia kelas 250cc di musim sebelumnya. Ia juga disebut-sebut sebagai “Valentino Rossi Baru” dengan semua talenta yang dimilikinya.

Dengan potensi besar yang ada dalam dirinya, tak membuat langkah Melandri di kelas premier bisa berjalan mulus. Bahkan, dua musim pertama di MotoGP menjadi masa-masa yang sangat sulit bagi pembalap asal Italia itu.

Meski gagal tembus 10 besar pada musim 2003 dan 2004 bersama Yamaha, Marco Melandri terus menunjukkan progres. Ini membuat banyak orang yakin ia akan bangkit setelah melalui semua momen sulit.

Pada tahun ketiganya di MotoGP, Melandri bergabung dengan Honda, dan ini menjadi titi baliknya. Ia mampu tampil lebih konsisten di atas RC211V dan mampu bersaing dalam perebutan gelar juara dunia.

Tapi, sepanjang kariernya di MotoGP, Marco Melandri tak pernah bisa menjadi juara dunia dan hanya menempati posisi runner-up pada musim 2005.

7. Alex Barros (1990-2005, 2007)

Alex Barros

Alex Barros

Foto oleh: Camel Media Service

Sama seperti Max Biaggi dan Sete Gibernau, Alex Barros termasuk dalam pembalap dengan jam terbang tinggi ketika peralihan era dari 500cc ke MotoGP.

Barros juga memiliki karier yang panjang di kelas premier, dan ketika era MotoGP dimulai, dirinya sudah menginjak usia 32 tahun. Tapi, ia masih mampu tampil kompetitif.

Pada musim pertama MotoGP, pria asal Brasil itu mencatatkan enam podium, termasuk dua kemenangan.

Dalam lima musim berada di era balap motor empat tak, pencapaian terbaik Barros adalah finis di peringkat keempat klasemen MotoGP sebanyak dua kali, yaitu pada musim 2002 dan 2004.

8. Luca Cadalora (1984-2000)

Alex Barros, Kevin Schwantz, Luca Cadalora, Mick Doohan

Alex Barros, Kevin Schwantz, Luca Cadalora, Mick Doohan

Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images

Dua kali juara dunia kelas 250cc membuat kecepatan Luca Cadalora tak diragukan lagi dan itu dibuktikannya dengan delapan kemenangan grand prix di kelas 500cc.

Tapi, entah bagaimana karirnya di kelas premier tidak pernah berjalan mulus, meski memiliki awal yang gemilang bersama Marlboro Yamaha pada musim 1993, bersaing ketat dengan Wayne Rainey.

Cadalora seharusnya sudah siap untuk memilih tunggangan terbaik. Ia menandatangani kontrak dengan Yamaha dan semuanya berantakan setelah skuat promotor yang diikutinya gulung tikar pada awal tahun 1997.

Musim diselamatkan oleh WCM, tetapi itu tidak berjalan sesuai keinginan karena Cadalora tidak pernah mendapatkan musim penuh untuk menunjukkan bahwa dirinya kompetitif.

9. Mark Webber (F1, 2002-2013)

Mark Webber, Red Bull RB9

Mark Webber, Red Bull RB9

Foto oleh: Andy Hone / Motorsport Images

Bukan hanya pembalap MotoGP dengan talenta besar yang gagal meraih gelar juara dunia, di Formula 1 juga ada beberapa nama besar yang tak pernah merasakan manisnya titel juara dunia.

Mark yang mengawali karier bersama Minardi itu baru menemukan bentuk terbaiknya bersama Red Bull Racing.

Namun, Red Bull merupakan tim baru di Formula 1 dan masih berusaha mengejar ketertinggalan dari tim lainnya.

Bertandem dengan Sebastian Vettel yang merupakan pembalap muda dengan ambisi besar juga semakin mempersulitnya.

Bahkan, beberapa kali Webber dan Vettel terlibat persaingan panas yang bukan hanya merugikan keduanya, tapi juga tim.

Sayang, ketika Vettel berhasil menjadi juara dunia sebanyak empat kali secara beruntun bersama Red Bull, Webber tidak bisa berbuat banyak.

Pencapaian terbaik pembalap asal Australia itu di F1 adalah berada di posisi ketiga sebanyak tiga kali 2010, 2011, dan 2013.

Baca Juga:

10. Rubens Barrichello (F1, 1994-2011)

Rubens Barrichello, Ferrari F2003-GA

Rubens Barrichello, Ferrari F2003-GA

Foto oleh: Sutton Images

Rubens Barrichello merupakan salah satu pembalap yang memiliki karier panjang di Formula 1. Tapi sayang, selama perjalan kariernya, ia selalu dihadapkan dengan beberapa pembalap hebat.

Di masa lalu, Barrichello harus bersaing dengan Michael Schumacher, Mika Hakkinen, Jacquez Villeneuve, Kimi Raikkonen, Juan Pablo Montoya, Fernando Alonso, Sebastian Vettel dan Lewis Hamilton.

Nama-nama yang berbeda generasi tersebut menyulitkannya untuk mendapatkan gelar juara dunia F1, meski dirinya memperkuat Scuderia Ferrari.

Bersama Ferrari, Barrichello hanya mampu dua kali meraih runner-up di klasemen akhir dan sekali di peringkat ketiga.

Tapi, ia membantu Ferrari mendominasi Formula 1 sejak musim 2000 hingga 2005. Di akhir karienya, Barrichello sempat sekali merebut peringkat ketiga kala membela Brawn GP pada musim 2009.

11. Gilles Villeneuve (F1, 1978-1982)

Gilles Villeneuve, Ferrari 312T4

Gilles Villeneuve, Ferrari 312T4

Foto oleh: Motorsport Images

Villeneuve merupakan salah satu nama keluarga yang memiliki sejarah di Formula 1 dengan melahirkan juara dunia, tapi tak semuanya bisa menjadi yang terbaik.

Gilles Villeneuve merupakan salah satu sosok pembalap hebat yang dipercaya oleh Scuderia Ferrari untuk menggeber salah satu mobilnya.

Pria asal Kanada itu sebenarnya memainkan debutnya bersama McLaren pada 1977 di Grand Prix Inggris, dan finis di posisi ke-11.

Villeneuve menunjukkan kualitasnya bersama Ferrari, dan mampu memperjuangkan gelar pada 1979. Sayang, itu digagalkan oleh rekan setimnya, Jody Scheckter, dengan hanya berjarak empat poin.

Gilles Villeneuve terus berjuang untuk mendapatkan gelar juara dunia, tapi sayang ia mengalami nasib buruk di kualifikasi GP Belgia pada 1982, yang membuatnya harus kehilangan nyawa.

12. David Coulthard (F1, 1994-2008)

David Coulthard, McLaren

David Coulthard, McLaren

Foto oleh: Russell Batchelor / Motorsport Images

Memulai karier bersama Williams, David Coulthard langsung menunjukkan performa mengesankan dan menyelesaikan musim 1995 di posisi ketiga dalam klasemen.

Ini membuat McLaren langsung tertarik menggunakan jasanya di tahun berikutnya. Tapi, ia hanya mampu mengakhiri musim tiga kali di posisi ketiga dan satu sebagai runner-up bersama McLaren, pada periode 1997-2001.

Pada 2005, Red Bull Racing mencoba peruntungan dengan merekrut Coulthard yang memiliki segudang pengalaman untuk meningkatkan performa tim. Tapi, selama 2005-2009, pria asal Inggris itu hanya mampu meraih dua podium.

Sepanjang kariernya di Formula 1, David Coulthard mendapatkan 13 kemenangan dari 62 podium dalam 246 balapan, dengan 12 pole position dan 18 kali yang tercepat di balapan, hanya gelar juara dunia yang belum didapatkannya.

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Honda Hadapi Skenario Pengembangan Motor Tanpa Andil Marc Marquez
Artikel berikutnya 12 Pembalap MotoGP Terbaik Sepanjang Masa

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia