Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Wawancara

Schwantz bingung dengan menurunnya performa Lorenzo

Juara dunia Grand Prix 500cc, Kevin Schwantz, mengaku bingung atas menurunnya performa Jorge Lorenzo yang kesulitan menyamai kecepatan rekan setim Valentino Rossi.

Jorge Lorenzo, Yamaha Factory Racing with a lovely Yamaha grid girl

Foto oleh: Yamaha MotoGP

Kevin Schwantz
Jorge Lorenzo, Yamaha Factory Racing
Jorge Lorenzo, Yamaha Factory Racing
Jorge Lorenzo, Yamaha Factory Racing
Jorge Lorenzo, Yamaha Factory Racing and Ramo Forcada

Lorenzo hanya berhasil finish di podium sebanyak satu kali, dengan rincian menempati posisi ke-10, ke-15, ke-17 dan kedelapan dari empat balapan terakhir.

Raihan ini jelas mengundang pertanyaan, mengingat Lorenzo tampil apik di awal musim – tiga kemenangan, dua kali finis kedua – yang membawanya menempati peringkat kedua dalam klasemen sementara. Kini, pembalap Spanyol itu turun ke peringkat ketiga dan terpaut 64 poin dari Marc Marquez.

Schwantz menduga mungkin ada faktor psikologis di baliknya menurunnnya performa Lorenzo. Faktor yang barangkali ada hubungannya jelang berakhirnya kontrak sang pembalap dengan Yamaha akhir musim ini.

“Saya tidak tahu apa yang terjadi di sana, tapi aneh bukan?,” ucap Schwantz. “Apakah Jorge kehilangan kepercayaan diri? Apakah dia merasa Yamaha lebih fokus kepada #46 (Valentino Rossi) karena dia akan pindah ke Ducati tahun depan?

“Jika itu yang dipikirkannya, maka saya tidak setuju. Karena dia punya peluang bagus untuk memenangi kejuaraan seperti Rossi – keduanya cukup dekat dalam perolehan poin. Jadi saya tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan Yamaha, selain melakukan yang terbaik untuk mengalahkan Marquez dan Honda.

“Tapi apapun alasannya kita tahu Lorenzo bisa tampil baik. Anda harus mengapresiasi hasil buruknya jika melihat bagaimana ketatnya persaingan para pembalap. Jika Anda mengalami akhir pekan yang kurang sempurna, Anda bisa finisketujuh atau kedelapan. Akhir pekan buruk ketika Anda terlempar keluar dari 12 besar. Ada delapan motor pabrikan di sana dan lalu beberapa tim satelit yang sangat kuat, dengan pembalap bagus.

“Ketatnya persaingan ini bisa dilihat dari empat pemenang baru (Jack Miller, Andrea Iannone, Cal Crutchlow, Maverick Vinales). Jika Anda melihat di grid, perbedaan posisi depan dan belakang tiga detik. Itu ketat jika dibandingkan musim sebelumnya, di mana lima detik. Terpaut lebih setengah detik bisa membuat Anda start di posisi ke-15 sekarang.

“Lalu Anda menghadapi cuaca buruk saat kualifikasi atau balapan, dan Anda dekat dengan pembalap yang tak biasa di depan. Ini membuat balapan lebih menarik, itu sudah pasti. Tapi ini juga membuat seseorang tidak dalam performa top. Dan itulah yang dialami Lorenzo sekarang.”

Keraguan di Ducati?

Walaupun Schwantz meyakini Lorenzo akan melewati masa sulitnya. Dia menduga manajemen Ducati mungkin menjadi ragu setelah melihat performa Lorenzo.

“Kami melihat Lorenzo di Austria, semua senang bahwa dia finis ketiga!”, tukas Schwantz. “Dia seperti berkata,’Saya telah kembali. Saya balapan dengan pembalap di depan lagi.’

“Maksud saya, jika saya membalap dengan Ducati, saya mungkin akan bertanya mengapa membuat komitmen panjang dengan mereka. Saat ini, saya menandatangani kontrak sebagai juara dunia, pembalap yang rutin memenangi balapan. Dan sekarang saya melihat tim baru senang hanya karena naik podium!

“Dan lalu dua balapan berikutnya dia tidak berada di manapun.”

Kepercayaan diri pada cuaca basah

Kritikan yang sering ditujukan Lorenzo adalah kesulitannya di balapan basah musim ini, dan Schwantz mengamininya. Ia bahkan tidak bisa mengingat siapa pembalap di eranya – 1986 sampai 1995 – yang performanya menurun drastis di permukaan trek basah.

“Tidak. Saat itu tidak ada pembalap yang kesulitan, atau setidaknya hingga kini,” ucapnya. “(Eddie) Lawson adalah pembalap yang jarang di depan saat balapan basah. Tapi sembilan dari 10 kali balapan, Anda masih melihat dia di podium atau meraup poin bagus.

“Saya berbicara dengan engineer Michelin sejak saya masih balapan. Mereka mengatakan bahwa balapan terbaik saya adalah di Jerman 1988, karena Dunlop membuat ban basah yang lebih baik dan saya mampu menang dengan ban basah Michelin. Saya bukannya ingin pamer; saya mengatakan itu bahwa hujan menjadi penyeimbang kekuatan. Jadi jika Anda tidak mendapatkan motor terbaik, itulah peluang untuk menang dengan tampil lebih halus atau agresif melawan pembalap lainnya.

“Lorenzo adalah pembalap yang halus, dan juga bisa menjadi agresif. Jadi jika dia tidak mendapatkan feeling pada bagian depan motor atau ban yang dipakai, dia akan menjaga agar tidak jatuh. Dan jika Anda tidak menekan hingga batas, maka Anda akan disalip. Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, pertarungan begitu ketat pada saat ini.”

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya FP1 MotoGP Misano: Rossi tercepat, Marquez terjatuh
Artikel berikutnya FP2 MotoGP San Marino: Pol Espargaro kejutkan para rival

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia