Suzuki Ingin Rekrut Rossi Lewat Facebook
Perekrutan Davide Brivio oleh Suzuki ternyata menyimpan misi tersendiri, yakni untuk mendapatkan tanda tangan Valentino Rossi. Menariknya pabrikan tersebut mengontak manajer tim andal di MotoGP lewat pesan Facebook.
Foto oleh: Hazrin Yeob Men Shah
Saat kontak perdana terjadi, pada 2012, Brivio berstatus sebagai manajer Yamaha dan cukup dekat dengan Rossi. Suzuki ingin mendapatkan paket istimewa, dua profil mentereng di MotoGP tersebut, dengan sekali upaya.
“Pada saat itu, saya bekerja dengan Valentino, dia sudah meninggalkan Yamaha dan membawa masalah personal, kontrak, dan lain-lain,” kenang Brivio lewat video yang diunggah di motogp.com.
Kala itu, pemimpin proyek Suzuki MotoGP, Shinichi Sahara, mencoba membuka komunikasi dengan Brivio. Ia menerangkan ingin mencari pembalap untuk rencana comeback ke level premier. Rossi dipandang sebagai sosok yang paling tepat.
“Sahara menghubungi saya lewat Facebook, terasa aneh karena saya tidak aktif di media sosial itu. Saya punya akun tapi tidak menggunakannya dulu juga sekarang. Kadang, saya lihat ada banyak pesan dan sebuah notifikasi muncul,” ucapnya.
“Saya lihat nama Sahara dan saya baca pesan itu, ‘Saya ingin tahu apa rencana Valentino di masa depan.’ Dia mengatakan bahwa Suzuki ingin kembali ke MotoGP pada 2014 dan bertanya apakah saya bersedia bekerja bersama mereka.”
Pesan itu diteruskan kepada sang juara dunia MotoGP tujuh kali tersebut. Namun, harapan Suzuki tak terwujud karena pembalap Italia menolak. Rossi, yang gagal dalam perjuangannnya di Ducati, berusaha untuk kembali ke pabrikan garpu tala.
“Saya bicara dengan Valentino dan dia mengatakan tidak tertarik karena ingin kembali ke Yamaha. Jadi saya membalas pesan Sahara. Dari sana, kami mulai bicara sedikit, lalu dia bertanya kalau saya bisa membentuk tim di Italia. Saya langsung tertarik. Saya menjawab ‘ya’, saya tertarik. Jadi saya mulai bekerja dengan mereka pada 1 April 2013.
Niat Suzuki kembali ke MotoGP terpaksa mundur setahun dari rencana awal. Mereka ingin mematangkan konsep termasuk menyeleksi pembalap berpotensi. Selain Aleix Espargaro, ada nama Maverick Vinales dan Andrea Dovizioso.
“Kami memilih Aleix Espargaro karena dia cepat dan pembalap berpengalaman, dan dia dapat membantu kami dengan setelan motor. Rider lain dibicarakan. Kami memantau Maverick Vinales. Saya pergi ke Qatar dan melihatnya balapan di Moto2. Vinales di sana sebagai rookie, itu balapan perdananya di Moto2. Saya sadar bahwa selama 12 lap terakhir, dia mencatatkan waktu tercepat. Pada balapan kedua, di Austin, dia juara. Kami sadar bahwa dia spesial,” tuturnya.
“Kami mencobanya dengan Andrea Dovizioso, tapi di saat-saat terakhir, dia memutuskan kembali ke Ducati. Dan itu bagaimana kami mulai dengan Aleix dan Vinales.”
Manajer yang kini menjadi petinggi Alpine F1 tersebut mengungkapkan kalau mereka punya kesepakatan dengan Johann Zarco pada 2017. Tapi pada akhirnya, Suzuki malah berbelok ke Andrea Iannone dan memilih antara pembalap Prancis dan Alex Rins.
“Kami memulai program untuk para pembalap muda, dan kami mencapai kesepakatan dengan Zarco. Jadi di akhir musim dengan Moto2, dia terikat kontrak dengan Suzuki. Kami harus mengorbankan Aleix, dan mesti memilih antara Zarco dan Alex Rins, yang sudah memosisikan diri sebagai seorang pembalap muda kami,” katanya.
“Itu keputusan sangat sulit, tapi kami akhirnya bertahan dengan Rins, yang menimbilkan hujan kritik selama 2017 karena Zarco ke Tech 3 dan dia sangat kuat. Dia naik podium, sedangkan Rins, sialnya, sering mengalami masalah. Hasil musim 2017 mengecewakan. Pada 2018, dengan mesin lebih baik, Iannone dan Rins menjejak podium sembilan kali dan itu musim bagus.”
Insting Brivio menuntunnya pada kesimpulan bertaruh pada Iannone adalah kesalahan. Ia pun mencari pendamping Rins pada 2019. Awalnya, pria Italia itu mempertimbangkan Jorge Lorenzo yang membela Ducati, tapi mereka juga memonitor Joan Mir, juara dunia Moto3.
“Kami mulai berpikir tentang Mir karena memenangi 10 balapan dan jadi juara Moto3, membuatnya mencuri atensi kami. Pada saat itu, kami punya opsi merekrut Jorge Lorenzo. Pada akhirnya, kami harus memutuskan antara Lorenzo dan Mir,” Brivio menjelaskan.
“Itu bukan pilihan antara dua pembalap, namum lebih pada memilih filosofi dan arah yang ingin kami ambil di masa depan. Mendatangkan driver veteran pada Lorenzo atau mengembangkan talenta muda. Semakin kami mengenal Joan dan semakin kami mengenalnya, makin istimewa dia bagi kami.”
Sempat terjadi ‘perang’ tawaran antara Suzuki dan Honda untuk menggaet Mir. Pembalap Spanyol pun berada dalam dilema. Brivio turun tangan menanyakan sendiri keinginannya.
“Joan suka Suzuki, tapi perwakilannya mengatakan bahwa ada masalah karena dia punya opsi dengan Honda. Jadi, saya bertanya secara langsung kepada Joan. ‘Anda tertarik pada Suzuki meski punya opsi Honda? Kalau Anda harus memilih antara Suzuki dan Honda, kemana Anda akan pergi?’ Dia menjawab, ‘Saya ingin pergi ke Suzuki.’ Ketika dia mengatakan itu, saya pikir dia adalah pembalap yang tepat,” ujarnya.
Pilihannya tidak salah karena Joan Mir berhasil mengakhiri paceklik juara Suzuki selama dua dekade, setelah era Kenny Roberts Jr.
Galeri: 89 Kemenangan Valentino Rossi di Kelas 500cc/MotoGP
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.
Top Comments