OPINI: Mengapa ini saat tepat bagi Nissan kembali ke WEC
Upaya FIA dan ACO menyamakan performa LMP1 hybrid dan non-hybrid telah membuka pintu selebar-lebarnya bagi pabrikan dunia. Saat tepat jika Nissan ingin kembali ke WEC
Foto oleh: Nikolaz Godet
Pintu telah terbuka. Melalui regulasi tengah digodok FIA dan ACO menjanjikan akan menghilangkan kesenjangan performa antara LMP1 hybrid dan non-hybrid. Melalu pernyataan resmi, penyelenggara WEC menjamin bahwa hybrid hanya akan memiliki keunggulan dari sisi konsumsi bbm. Walau belum jelas akan seperti apa implementasinya.
Sadar bahwa “wajib hybrid” merupakan pemicu perang senjata antar-pabrikan yang berujung nyaris punahnya kategori LMP1, FIA dan ACO juga tidak lagi mewajibkan penggunaan hybrid untuk tim pabrikan. Serta menggabungkan LMP1-h dan LMP-l menjadi satu kategori LMP1.
Jika dicermati, pengumuman ini merupakan undangan resmi dari WEC kepada seluruh pabrikan yang memiliki mesin spek LMP1 untuk tampil.
Sebuah peluang yang seharusnya dicermati dan dipertimbangkan dengan seksama oleh Nissan.
Bagi Nissan, inilah saat tepat bisa tampil kembali ke deretan terdepan balap ketahanan sejak dipermalukan dua tahun silam lewat proyek GT-R LM Nismo.
Pasca dihentikannya proyek gagal GT-R LM Nismo dan diubahnya regulasi LMP2 sebagai “satu mesin”, Nissan seperti tidak memiliki mainan di kancah balap ketahanan internasional.
Saat ini terdapat tiga model balap sportscar Nissan. Pertama adalah GT-R GT500 digunakan di Super GT, kedua GT-R GT3 dipakai di banyak kejuaraan internasional dan lokal, serta ketiga Nissan Onroak DPi di arena IMSA.
Kecuali Super GT, dua proyek sisanya tidak banyak mendulang perhatian publik. GT-R GT3 kalah bersinar dibandingkan rival GT3 asal Jerman dan Italia, sementara proyek DPi seperti dilakukan setengah hati. Tidak seserius Mazda, Cadillac dan Acura [Honda].
Dan kembali ke kategori puncak WEC bisa merupakan sarana tepat bagi Nissan. Terlebih, balap ketahanan memiliki tradisi kuat dalam sejarah panjang Nissan dan Nismo. Era 1960-an, Nissan aktif di arena GP Jepang dengan R 380 dan R381. Era Group C dan IMSA GTP menjadi saksi keterlibatan masif Nissan. Sempat meraih pole Le Mans 1990 dan menjuarai Daytona 24 Jam 1992.
Tahun ini, Nismo memang menyuplai mesin VRX30A kepada ByKolles. Akan tetapi, setiap pecinta balap ketahanan pasti tahu seperti apa performa ByKolles. Jadi, potensi mesin sesungguhnya menjadi tidak terlihat.
Dengan dikonfirmasinya kehadiran dua sasis LMP1 baru dari BR / Dallara dan Ginetta, plus rencana Oreca dan Wierth, satu peluang bagi Nissan pun terbuka. Tawarkan secara terbuka mesin VRX30A kepada tim, dijamin akan menjadi alternatif menggoda selain opsi Judd, atau Mecachrome yang ditawarkan.
Cari partner tim mumpuni dan sasis kompetitif. Jika benar regulasi baru LMP1 seperti dijanjikan FIA, maka peluang menjuarai Le Mans 24 Jam pun terbuka lebar. Tanpa harus berdarah-darah dengan sistem hybrid, seperti dialami proyek GT-R LM Nismo.
Setidaknya untuk “superseason” 2018/19 dan musim 2019/20. FIA dan ACO masih berusaha memasukkan teknologi hybrid kedalam regulasi LMP1 mendatang, diperkirakan efektif mulai musim 2020/21. Jika kondisi mendukung, baru menghadirkan sistem hybrid agar sejalan dengan program elektrifikasi selalu produsen mobil listrik no 1 di dunia.
Semoga harapan ini terwujud.
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.
Top Comments