Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia
Special feature

Perbedaan Karier di Balap Ketahanan Mobil dan Formula 1

Seperti edisi-edisi sebelumnya, Le Mans 24 Hours 2021 pada akhir pekan lalu juga banyak diikuti pembalap dari berbagai latar belakang ajang balap, utamanya Formula 1.

#28 JOTA Oreca 07 - Gibson LMP2, Sean Gelael, Stoffel Vandoorne, Tom Blomqvist

Foto oleh: JEP / Motorsport Images

Penegasan pembalap Indonesia, Sean Gelael, yang tidak lagi berambisi mengejar kursi di Kejuaraan Dunia Formula 1 dinilai sebagai pilihan yang realistis.

Sean Gelael sudah pernah turun di Formula 3 Eropa dan Formula Renault Euroseries antara 2014-2015. Lalu, ia turun di Le Mans Asia Series dan GP2 Series pada 2016. FIA Formula 2 ia lakoni antara 2017 sampai 2020.

Mulai 2021, Sean Gelael memulai petualangan baru dengan turun di Kejuaraan Dunia Balap Ketahanan Mobil (World Endurance Championship/WEC) bersama tim asal Inggris, JOTA di kategori LMP2.

Setelah berhasil finis podium kedua kelas LMP2 bersama Tim JOTA di Le Mans 24 Hours 2021, Minggu (22/8/2021) lalu, ia mengaku akan lebih berkonsentrasi untuk turun di WEC di masa depan.

#28 JOTA Oreca 07 - Gibson LMP2, Sean Gelael

#28 JOTA Oreca 07 - Gibson LMP2, Sean Gelael

Foto oleh: Nick Dungan / Motorsport Images

Dalam beberapa tahun terakhir, WEC – khususnya Le Mans 24 Hours – memang menarik bagi para pembalap. Bukan saja pembalap baru namun juga mereka yang sudah kenyang pengalaman di berbagai ajang balap, salah satunya Formula 1.

Akhir pekan lalu, tidak kurang 20 mantan pembalap F1 ikut turun di Sirkuit de la Sarthe, Le Mans, Prancis. Salah satunya tentu saja rekan setim Sean Gelael yang ikut menggeber #28 JOTA Oreca 07 – Gibson, Stoffel Vandoorne, yang berkarier di F1 pada 2016-2018 bersama McLaren.

Dari fisik pembalap, balap ketahanan tidak kalah berat dibanding Formula 1. Para pembalap di kedua kategori tersebut harus siap menahan G-force besar saat menikung karena efek gaya tekan mobil (downforce) di setiap tipe.   

Untuk kecepatan maksimal, kelas tertinggi di Le Mans yang baru diberlakukan tahun ini, Hypercar adalah 339 km/jam yang ditorehkan sang pemenang kategori tersebut Minggu (22/8/2021) lalu, #7 Toyota Gazoo Racing GR10 Hybrid.

Baca Juga:

Sementara, di F1 era mesin turbo-hybrid (dimulai 2014), rekor top speed dipegang Valtteri Bottas saat Williams FW38 yang bermesin Mercedes PU106C Hybrid menembus 372,5 km/jam di GP Meksiko 2016.

Jika Formula 1 adalah balap adu kecepatan dengan satu balapan menghabiskan sekira 1,5 sampai 2 jam atau total 35-40 jam per musim (tahun ini rencananya 23 balapan), WEC 2021 terdiri dari tiga balapan berdurasi 6 jam, dua race 8 jam, dan Le Mans 24 Hours.

Kedua kategori balap ini memerlukan stamina, kebugaran fisik, serta kekuatan mental. Di F1, pembalap biasanya pensiun pada usia pertengahan 30-an tahun sedangkan di seri-seri lain, termasuk WEC, pengalaman menjadi salah satu yang fundamental.

Di Le Mans misalnya. Usia dan pengalaman menjadi kunci untuk suksesnya sebuah mobil di hampir semua kategori. Sementara, di F1 yang memiliki satu regulasi untuk semua mobil, usia pembalap serta tenaga dan kecepatan mobil menjadi faktor penentu yang signifikan.

Mark Webber, Porsche 911 GT2 RS Clubsport, saat mencoba mobil yang turun di balap ketahanan pada 2019.

Mark Webber, Porsche 911 GT2 RS Clubsport, saat mencoba mobil yang turun di balap ketahanan pada 2019.

Foto oleh: Porsche Motorsport

Hal membedakan lainnya, usia berkarier pembalap di WEC bisa jauh lebih lama dibanding Formula 1. Mark Webber, mantan pembalap F1 yang turun pada 2002 sampai 2013 bersama Minardi, Jaguar, Williams, dan Red Bull Racing, menjelaskan perbedaan karier antara WEC dan F1.

“Formula 1 sedikit lebih kejam. Jika Anda tertinggal 0,2 detik selama beberapa tahun, maka semuanya akan berakhir. Di mobil sport (WEC), Anda bisa berkendara lebih lama. Ajang ini lebih berorientasi pada tim, tidak individual dibanding Formula 1,” ucap Webber.

Setelah pensiun dari F1, Webber memperkuat tim pabrikan Porsche di WEC antara 2014 sampai 2016. Ia merebut gelar WEC pada 2015 bersama sejumlah mantan pembalap F1 seperti Brendon Hartley dan Nico Hulkenberg.

Webber juga pernah turun di Le Mans 24 Hours bersama Mercedes AMG (1998-1999) dan Porsche (2014-2016) dengan hasil terbaik runner-up 2015 di kelas LMP1 (kini Hypercar) di bawah tim Porsche lainnya.  

“Produsen percaya bahwa ketika Anda berinvestasi pada seseorang dalam balap mobil sport, investasi itu kadang agak lambat untuk kembali sebagai individu, pembalap, secara budaya, hingga bagaimana mereka beradaptasi di tim.

“Ini adalah investasi yang harus Anda lakukan jika turun di WEC. Tidak ada kesabaran untuk itu di F1,” ucap Webber yang tiga kali finis P3 klasemen akhir F1 pada 2010, 2011, dan 2013 bersama Red Bull.

Andreas Seidl, Team Principal, McLaren

Andreas Seidl, Team Principal, McLaren

Foto oleh: Steven Tee / Motorsport Images

Andreas Seidl, Prinsipal Tim McLaren F1 sejak Mei 2019 setelah sebelumnya menjadi Team Principal Porsche LMP1, memiliki pandangan tersendiri soal banyaknya mantan pembalap F1, atau mereka yang tidak mampu lolos ke sana, yang belakangan turun di WEC.

Pria asal Jerman tersebut menyebut, bagi beberapa pembalap, WEC menjadi rencana B setelah Formula 1 tidak lagi mungkin bisa dijangkau.

“Sebenarnya ini tergantung dari opsi-opsi yang dimiliki seorang pembalap. Formula 1 masih berada di puncak balap mobil dunia dan menjadi incaran setiap pembalap, tidak ada yang meragukan itu,” tutur Seidl, saat masih menjadi bos tim Porsche.

“Tetapi, sekali lagi – atau tergantung pada bagaimana – jalan karier mereka. Bisnis yang kami jalani saat ini jelas memberi kesempatan untuk mereka yang pernah turun di F1.

“WEC kejuaraan yang sangat atraktif dengan mobil yang juga menarik dan sangat kompleks dan grid yang kompetitif. Inilah yang menarik bagi para pembalap.”

Andre Lotterer, tiga kali pemenang Le Mans bersama Audi (2011, 2012, 2014) juga merasakan perbedaan turun di F1 dengan WEC. Setelah 12 tahun menjadi test driver Tim Jaguar F1, ia akhirnya sekali turun untuk Caterham F1 di GP Belgia 2014 menggantikan Kamui Kobayashi.

Andre Lotterer, Porsche

Andre Lotterer, Porsche

Foto oleh: Simon Galloway / Motorsport Images

“Di WEC, Anda harus menjadi team player dan menyingkirkan ego. Di F1, situasinya Anda seperti melawan setiap orang. Di WEC, Anda harus bekerja sama dengan rekan setim, misalnya mengembangkan mobil. Tidak mengalahkan mereka,” ucap pembalap Jerman itu.

“Anda juga harus menjadi brand ambassador yang baik. Di endurance, Anda harus cepat tanpa kesalahan. Le Mans hanya satu balapan. Ini bukan seperti F1 yang harus melahap 20 atau lebih balapan dalam setahun,” kata Lotterer musim ini juga turun di Formula E.

Jose Maria Lopez, mantan bintang World Touring Car Championship yang kini andalan Toyota Gazoo Racing di WEC, mengaku juga sudah melupakan turun di Formula 1.

“Saya bukan melihat soal panjang-pendeknya karier,” ucap pembalap yang ikut mengantar Toyota memenangi kategori Hypercar di Le Mans 24 Hours, Minggu lalu, tersebut.

“Hanya, setiap pembalap perlu tahu bahwa ada kehidupan yang bagus setelah Formula 1. F1 memang menjadi impian setiap pembalap, saya juga dulu begitu. Ada satu waktu saat itu (F1) menjadi target dan impian bagi pembalap.”

Pembalap asal Argentina tersebut mengaku kini ia menikmati bersaing di WEC. Malah, Lopez mengaku mungkin dirinya bisa lebih senang dibanding jika turun di F1.

“Selalu ada opsi. Hidup tidak langsung selesai begitu Formula 1 finis. Masih banyak seri dan banyak mobil sangat atraktif yang bisa dikemudikan di luar F1,” tuturnya.

Jose Maria Lopez pernah menjadi anggota Renault Driver Programme antara 2004 sampai 2006. Ia juga menjadi test driver Renault F1 pada 2006. Pada November 2009, Lopez hampir turun bersama skuad anyar, USF1 Team, untuk 2010 namun hal itu tidak pernah terjadi.

#7 Toyota Gazoo Racing Toyota GR010 - Hybrid Hypercar, Mike Conway, Kamui Kobayashi, Jose Maria Lopez merayakan kemenangan di Le Mans 24 Hours 2021.

#7 Toyota Gazoo Racing Toyota GR010 - Hybrid Hypercar, Mike Conway, Kamui Kobayashi, Jose Maria Lopez merayakan kemenangan di Le Mans 24 Hours 2021.

Foto oleh: TOYOTA GAZOO Racing

 

 

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Nico Rosberg Dorong Red Bull Rekrut Pierre Gasly
Artikel berikutnya Nicholas Latifi Anggap Tabel Kualifikasi Menipu

Top Comments

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak menulis sesuatu?

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Motorsport prime

Discover premium content
Berlangganan

Edisi

Indonesia