Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Edisi

Indonesia Indonesia

Konsekuensi Tragis Ancam F1 jika Tak Segera Dapat Solusi Porpoising

Tim-tim F1 akan menemukan perbaikan untuk masalah porpoising di terowongan angin, tetapi konsekuensinya bisa tragis jika solusi tak diakses dengan cepat. Ini disampaikan pakar aerodinamika Jean-Claude Migeot.

Lando Norris, McLaren MCL36, leads Lewis Hamilton, Mercedes W13

Pengenalan lagi aerodinamika gaya ground effect pada Formula 1 (F1) 2022 telah menghasilkan fenomena yang dikenal sebagai porpoising, di mana gerakan mengangkat mobil akibat aliran udara yang datang dan menyebabkan osilasi naik-turun di dalam kendaraan.

Ini adalah masalah untuk mobil-mobil F1 di awal 1980-an, saat aerodinamika ground effect terakhir diizinkan, dan juga terlihat dalam kategori balap lainnya, terutama di Le Mans, dengan kecepatan tinggi.

Jean-Claude Migeot, eks-ahli aerodinamika yang bertanggung jawab di Tyrell Racing selama merancang mobil 019 yang inovatif dan terlibat pengembangan aero mobil di banyak kategori, mengatakan opsi suspensi terbatas F1 membuat tim harus bekerja keras.   

Menurut pria 69 tahun kebangsaan Prancis tersebut, mereka perlu untuk memfokuskan penelitiannya guna menemukan solusi masalah porpoising dalam pengembangan aerodinamika mobil masing-masing.

Baca Juga:

“Perbaikan di sisi mekanis, mengetahui bahwa suspensi aktif (active suspension) dilarang sejumlah hal yang tidak ada, Anda hanya memiliki sedikit kebebasan atau parameter untuk dimainkan,” kata Migeot kepada Motorsport.com.

“Anda tidak bisa mengabaikan optimalisasi gaya statis yang menempatkan mobil pada posisi terbaik untuk tikungan apa pun yang Anda pilih. Itu strategis. Di sisi suspensi, kecuali jika Anda membuat beberapa penemuan seperti pada skirt, inerter bisa ada di sana dan mungkin membantu, tetapi itu dilarang lagi.

“Jadi solusinya ada di wind tunnel. Jawabannya adalah dengan mencari gaya ini dan mengoptimalkannya bersama-sama dengan gaya statis. Saya takut itu makan waktu sebab kita baru melihat puncak gunung es di Barcelona,” tambah Migeot.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penyebab porpoising bukan karena siklus berhenti, namun karena gaya aero di bagian bawah bodi mobil dengan kecepatan tinggi yang mendorong gerakan di dalam mobil mendekati frekuensi alaminya.

Migeot menambahkan, jika tim tak segera menemukan solusi untuk porpoising, kunjungan para pembalap ke sirkuit yang bumpy (bergelombang) bisa mengakibatkan konsekuensi tragis apabila FIA tidak bereaksi.  

Max Verstappen, Red Bull Racing RB18

Max Verstappen, Red Bull Racing RB18

Foto oleh: Mark Sutton / Motorsport Images

“Ini akan menjadi tragis di trek bergelombang dan akan menjadi tragis dalam balapan, karena ketika Anda melakukan pengereman keras untuk menyalip, Anda akan sangat merasakan fenomena ini,” tutur Migeot.

“Jadi, kita mungkin akan melihat hal-hal yang sangat buruk. Saya pikir FIA akan bereaksi sebelum itu. Jika tak ada yang punya waktu untuk menemukan solusi terbaik, FIA harus segera bereaksi.

“Saya harap saya salah, sebab itu akan jadi kejutan tak menyenangkan. Mereka sangat mengandalkan downforce dari bagian bawah mobil, mereka hampir sepenuhnya menghilangkan step.

“Ini mungkin alasan dari semuanya. Namun, jika mereka menambahkannya lagi, downforce akan turun sehingga kita harus melihat mobil yang lambat, yang tak bagus, tetapi mungkin tidak terlalu buruk saat ini.”

 

Be part of Motorsport community

Join the conversation
Artikel sebelumnya Yuki Tsunoda: Mobil F1 2022 Punya Banyak Potensi
Artikel berikutnya Lewis Hamilton Merasa Berada dalam Kondisi Paling Segar

Top Comments

Sign up for free

  • Get quick access to your favorite articles

  • Manage alerts on breaking news and favorite drivers

  • Make your voice heard with article commenting.

Edisi

Indonesia Indonesia