Mantan Pembalap F1 Sebut Red Bull Racing Tidak Terorganisasi
Penyebab Red Bull Racing tidak mampu menekan Mercedes di Kejuaraan Dunia Formula 1 bukan hanya karena mesin. Ada hal yang lebih mengejutkan, yakni situasi di tim.
Foto oleh: Charles Coates / Motorsport Images
Mantan pembalap F1, Christijan Albers, mengungkapkan analisis mengejutkan terkait kesulitan Tim Red Bull Racing menandingi Mercedes-AMG Petronas F1 sejak era hybrid diterapkan pada 2014.
Mercedes merebut semua gelar konstruktor dan pembalap di F1 sejak 2014 sampai 2020 lalu. Padahal, Red Bull yang sebelumnya melakukan hal yang sama empat kali beruntun pada 2010-2013 bersama Sebastian Vettel (kini di Aston Martin).
“Tim (Red Bull) tersebut seharusnya terlihat cool, eksektrik, dan bersinar. Tapi jika Anda melihatnya, Red Bull benar-benar tidak terorganisasi,” ucap mantan pembalap F1 asal Belanda tersebut.
Christijan Albers saat memperkenalkan mobil Lotus T129 LMP1 untuk ajang balap 24 Hours Le Mans 2014.
Foto oleh: Eric Gilbert
Albers berkomentar demikian bukan berarti akan mengecilkan kompatriotnya, Max Vestappen, yang tengah mengejar gelar juara dunia dalam beberapa tahun terakhir. “Tim-tim lain terlihat jauh lebih profesional dalam berkomunikasi,” ucap Albers.
Albers sepertinya melihat buruknya komunikasi di antara Verstappen dan Alex Albon musim lalu yang berujung pada terdepaknya Albon dan digantikan Sergio Perez.
Christian Horner sebagai bos Red Bull juga tidak berusaha menengahi situasi tidak kondusif kedua pembalapnya musim lalu dengan hanya fokus terhadap Verstappen.
Albers – yang turun di 46 balapan F1 antara 2005 sampai 2007 – juga tidak setuju jika kegagalan Red Bull meredam Mercedes sejauh ini semata-mata hanya karena power unit.
“Tahun lalu, Honda memiliki mesin yang sangat bagus. Saya melihat, problem utama ada pada sasis ketimbang mesin Honda,” kata Albers yang pernah membela tim Minardi, Midland, dan Spyker di F1.
Mulai 2022 nanti, Red Bull akan melanjutkan program mesin Honda karena pabrikan asal Jepang itu mengundurkan diri pada akhir F1 2021 nanti. Karena aturan engine freeze, Red Bull akan menggunakan teknologi warisan Honda mulai 2022 sampai akhir 2024 nanti.
Bagi Red Bull, mengembangkan mesin sendiri dengan data dan teknologi dari Honda memang positif. Namun, Albers melihat potensi bahaya dari langkah ini.
“Perbedaan (mesin) antara Mercedes dan Honda relatif kecil. Tetapi jika Honda tidak mampu membuat mesin bagus tahun ini, mereka akan berteriak lagi ke Red Bull karena ingin mengembangkan mesin lagi,” ucap Albers.
Kendati demikian, pria 41 tahun itu mengakui situasi yang sulit ditebak justru akan membuat F1 lebih menarik. Mungkin saja satu tim tiba-tiba melesat dan lainnya yang sebelumnya hebat justru ambruk. Penggemar pasti juga mengharapkan hal tersebut.
Christijan Albers hanya mampu merebut empat poin sepanjang kariernya di F1 setelah finis di P5 GP Amerika Serikat 2005 di Indianapolis yang kontroversial karena hanya diikuti enam mobil (tiga tim) pengguna ban Bridgestone.
Albers sempat kembali ke F1 pada 2014 sebagai bos Caterham sampai tim tersebut mengalami kebangkrutan.
Be part of Motorsport community
Join the conversationShare Or Save This Story
Subscribe and access Motorsport.com with your ad-blocker.
From Formula 1 to MotoGP we report straight from the paddock because we love our sport, just like you. In order to keep delivering our expert journalism, our website uses advertising. Still, we want to give you the opportunity to enjoy an ad-free and tracker-free website and to continue using your adblocker.
Top Comments